Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kontak Budaya Kemaritiman Lewat Arca Kuno pada Abad ke-8 sampai 10

11 Desember 2019   16:20 Diperbarui: 13 Desember 2019   07:38 523
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selama ini masyarakat mengenal berbagai tinggalan arkeologi. Yang paling populer tentu saja candi, misalnya Candi Borobudur dan Prambanan. Juga manusia purba dari situs Sangiran. Kini ketiganya telah mendapat pengakuan internasional dari UNESCO sebagai Warisan Dunia.

Tinggalan kuno arca, mungkin belum banyak dikenal. Arca batu terutama. Arca kuno ada yang merupakan bagian dari candi, ada pula yang berdiri sendiri.

Buat mereka yang ahli, arca kuno bisa digunakan untuk menentukan pertanggalan atau tarikh. Caranya, dengan mengamati langgam atau gaya seni arca kuno tersebut.

Arca Bhairawa yang tinggi besar di Museum Nasional (Foto: indephedia.com)
Arca Bhairawa yang tinggi besar di Museum Nasional (Foto: indephedia.com)
Ikonografi
Pengetahuan tentang arca kuno dipelajari oleh para arkeolog atau purbakalawan, namanya ikonografi. Umumnya arca kuno yang dipelajari itu berasal dari masa Hindu-Buddha atau klasik, sekitar abad ke-5 hingga ke-14 Masehi.

Ada pula yang mempelajari arca-arca dari zaman prasejarah atau sebelum dikenalnya sumber tertulis. Setiap arca dibuat dengan keterampilan masing-masing seniman.

Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas), Kamis, 5 Desember 2019 lalu menyelenggarakan seminar nasional bertajuk "Penelitian arkeologi untuk inovasi dan pengembangan nilai-nilai peradaban".  Dari banyak makalah, terpilih enam makalah terbaik 2019. Salah satu makalah membahas ikonografi. Makalah itu merupakan hasil penelitian Atina Winaya dan timnya.

Lewat judul "Gaya Seni Ikonografi Mataram Kuno dan Persebarannya di Jawa, Sumatera, dan Semenanjung Malaysia: Indikasi Aktivitas Kemaritiman Nusantara pada Abad ke-8---10 Masehi", Atina mengungkapkan, kontak budaya yang terjalin antarwilayah atau bahkan antarpulau dapat disingkap melalui tinggalan budaya materi yang ditemukan di wilayah yang saling berhubungan tersebut.

Beberapa peneliti terdahulu menemukan adanya persamaan gaya seni ikonografi Mataram Kuno di Jawa dengan wilayah lainnya, seperti Sumatera, Semenanjung Malaysia, Thailand, dan bahkan India.

"Gaya seni yang tersebar di pulau-pulau berbeda menjadi indikasi kuat adanya hubungan yang terjalin antarwilayah tersebut. Kontak budaya itu sudah tentu dilakukan melalui jalur laut yang sekaligus menandakan adanya aktivitas kemaritiman Nusantara yang sudah cukup maju pada abad ke-8 hingga 10 Masehi," demikian Atina.

Secara khusus, kata Atina, penelitian bertujuan untuk mengenali gaya seni ikonografi Mataram Kuno yang terdapat di wilayah Jawa bagian tengah yang merupakan pusat pemerintahan kerajaan Mataram Kuno.

Akhirnya melalui metode penelitian ikonografi berupa observasi dan deskripsi yang dilanjutkan dengan pengolahan data statistik, diketahui bahwa terdapat ciri-ciri tertentu yang kerap muncul secara bersamaan. Ciri tersebut antara lain penggarapan yang natural, proporsional, dan simetri; perhiasan yang detail dan halus hingga ke bagian terkecil, serta penggunaan beberapa unsur hias.

Arca kuno ditemukan warga Boyolali pada 2016 (Foto: republika.co.id)
Arca kuno ditemukan warga Boyolali pada 2016 (Foto: republika.co.id)
Batu tunggal 
Zaman lampau memang banyak meninggalkan jejak berupa arca kuno, baik terbuat dari batu maupun logam. Umumnya arca terbuat dari batu tunggal, bahkan ada yang sangat besar dan berat. Di Museum Nasional, misalnya, ada sebuah arca batu setinggi empat meter lebih. Arca itu berasal dari Sumatera Barat, saat ini dikenal dengan sebutan Bhairawa.

Arca-arca yang bercirikan Hinduisme menggambarkan para dewa dan hewan kendaraannya. Dewa Siwa, Wisnu, Brahma, para istri ketiga dewa, anak-anak para dewa, dan penjaga pintu gerbang atau dwarapala, banyak dijumpai sebagai bagian dari candi maupun arca lepas. Arca Buddha dikenali karena sikap tangannya dan rambutnya yang ikal.

Arca kuno sering kali menjadi perhatian masyarakat awam. Mereka banyak mengoleksi arca-arca baru bercirikan kuno yang dibuat seniman-seniman masa kini di daerah Muntilan (untuk arca batu) dan Trowulan (untuk arca logam).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun