Karena itu tampilan koleksi di Museum Maritim Indonesia menggunakan audio-visual. Bahkan untuk generasi milenial harus dibuatkan dalam bentuk digital. "Bagaimana mungkin kita tahu benda itu adalah cengkeh kalau kita tidak memegang lalu mencium," kata Ibu Tinia memberi contoh.
Biasanya setiap Jumat ada wisata kapal Pelni. Soalnya hari berikutnya kapal tersebut sudah berlayar kembali. Namun wisata tersebut berbayar Rp65.000.
Orang yang belum tahu sering kali menganggap Museum Maritim Indonesia identik dengan Museum Bahari. Jelas berbeda ditinjau dari isinya. Museum Bahari memamerkan koleksi kapal layar tradisional, sementara Museum Maritim Indonesia menampilkan kapal modern.
Sebelum pulang, peserta berfoto bersama di halaman depan. Selanjutnya diajak berkeliling pelabuhan. Pertama adalah terminal dua, yang persis berada di depan museum. Kami dikawal tim dari museum. Terminal ini untuk bongkar muat barang. Selanjutnya kami dibawa ke terminal peti kemas.
Terlihat alat untuk menaikkan dan menurunkan kontener. Kontenernya bertumpuk di beberapa tempat.
Tidak sembarang orang boleh masuk ke terminal pelabuhan. Jadi sungguh beruntung Museum Maritim Indonesia mempunyai fasilitas khusus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H