Setelah kegiatan Rumah Peradaban pada Jumat, 18 Oktober 2019 di Museum Kebangkitan Nasional, Sabtu ini para peserta diajak ke Museum Maritim Indonesia di Jalan Pasoso, kawasan pelabuhan Tanjung Priok. Sekitar pukul 08.00 para peserta diberangkatkan dengan dua bis. [Lihat tulisan sebelumnya DI SINI].
Di museum tersebut para peserta disambut oleh Kepala Museum Maritim Indonesia Ibu Tinia Budiati. Pimpinan rombongan Rumah Peradaban Balai Arkeologi Jawa Barat adalah Ibu Shanti.Â
Sebagai tuan rumah, Museum Maritim Indonesia terlebih dulu memutarkan film tentang pelabuhan. Setelah itu peserta diajak tur museum. Sebelumnya peserta dibagi menjadi tiga kelompok. Masing-masing kelompok dipimpin oleh seorang pemandu.
Rupanya baru beberapa orang yang pernah mengunjungi Museum Maritim Indonesia. Sebagian besar baru kali ini datang ke sana. Ada yang serius mendengarkan, ada yang agak serius, bahkan ada yang cuma fota sana foto sini. Â
Museum Maritim Indonesia cukup luas. Lihat tulisan berikut YANG INI kemudian YANG ITU.
Setelah berkeliling, peserta berkumpul kembali ke aula. Pihak tuan rumah mengisi acara dengan kuis berhadiah. Kuis ini menggunakan laman kahoot.it. Ada sekitar 75 peserta mendaftar. Kuis online ini tentu saja tergantung sinyal internet. Peserta kuis diminta memilih jawaban yang benar dari empat pilihan yang disediakan.
Saya sendiri iseng-iseng ikut. Nanti peserta diminta menjawab sepuluh pertanyaan. Saya baru tahu bahwa nilai dan peringkat diberikan secara otomatis oleh laman tersebut.Â
Saya sempat berada di urutan ke-5, lalu ke-6, selanjutnya ke-3. Setelah menjawab sepuluh pertanyaan, saya berada di urutan ke-2. Hehehe...lumayan dapat cenderamata.
Setelah makan siang, acara diisi pemaparan ibu Tinia soal museum. Museum harus mempertimbangkan pancaindera seperti melihat, meraba, dan mendengar.Â
Karena itu tampilan koleksi di Museum Maritim Indonesia menggunakan audio-visual. Bahkan untuk generasi milenial harus dibuatkan dalam bentuk digital. "Bagaimana mungkin kita tahu benda itu adalah cengkeh kalau kita tidak memegang lalu mencium," kata Ibu Tinia memberi contoh.
Biasanya setiap Jumat ada wisata kapal Pelni. Soalnya hari berikutnya kapal tersebut sudah berlayar kembali. Namun wisata tersebut berbayar Rp65.000.
Orang yang belum tahu sering kali menganggap Museum Maritim Indonesia identik dengan Museum Bahari. Jelas berbeda ditinjau dari isinya. Museum Bahari memamerkan koleksi kapal layar tradisional, sementara Museum Maritim Indonesia menampilkan kapal modern.
Sebelum pulang, peserta berfoto bersama di halaman depan. Selanjutnya diajak berkeliling pelabuhan. Pertama adalah terminal dua, yang persis berada di depan museum. Kami dikawal tim dari museum. Terminal ini untuk bongkar muat barang. Selanjutnya kami dibawa ke terminal peti kemas.
Terlihat alat untuk menaikkan dan menurunkan kontener. Kontenernya bertumpuk di beberapa tempat.
Tidak sembarang orang boleh masuk ke terminal pelabuhan. Jadi sungguh beruntung Museum Maritim Indonesia mempunyai fasilitas khusus.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H