Seluruh rangkaian Hari Museum Indonesia (HMI) di Taman Fatahillah, kawasan Kota Tua Jakarta, berakhir pada 13 Oktober 2019. Acara berlangsung sejak 7 Oktober 2019 hasil kerja sama Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta.
Pada hari terakhir 13 Oktober 2019 itu, sebanyak 700-an siswa mengikuti kegiatan workshop pembuatan gerabah di Museum Seni Rupa dan Keramik. Mereka dipandu membuat barang dengan teknik pilin dan teknik tekan. Panitia menyediakan tanah liat.
Beberapa ruangan di Museum Seni Rupa dan Keramik dipadati peserta. Mereka duduk berjejer di atas karpet untuk berimajinasi dan berkreasi. Setelah bentuk dasar jadi, mereka diminta menghiasi gerabah tersebut. Hasilnya boleh dibawa pulang.
Saya sempat mengunjungi beberapa stan museum. Museum Geologi Bandung cukup ramai didatangi masyarakat yang sedang berlibur di kota tua. Tampilannya bagus. Pada 2014, kalau tidak salah, saya pernah mengunjungi Museum Geologi ketika menjadi salah satu juri anugerah museum.Â
Waktu itu Museum Geologi dinyatakan terbaik sebagai museum milik institusi pemerintah/BUMN. Pada ajang Festival Museum Enjoy Jakarta ini, stan Museum Geologi terpilih sebagai pemenang ke-3. Pemenang pertama Museum Timah Indonesia, diikuti Stasiun Bondowoso.
Stan komunitas museum memang masih sulit bersaing dengan stan museum. Museum memiliki anggaran, atau dengan kata lain dana dari pemerintah. Sementara komunitas dananya berasal dari patungan para pengurus.
Puncak Hari Museum Indonesia (HMI) juga berlangsung di Perpustakaan Nasional. Di sini Komunitas Jelajah menyelenggarakan ajang Indonesia Museum Awards Purwakalagrha.Â
Terpilih Museum FKUI (Museum Cerdas), Museum Blanco (Museum Bersahabat), Museum Patung Burung Universitas Udayana (Museum Unik), dan Museum Goedang Ransoem (Museum Berprestasi).Â
Pada ajang itu juga terpilih Media Peduli Museum (detik.com), Tokoh Pengabdian Sepanjang Hayat (Prof. Toeti Heraty Rooseno), dan Tokoh Muda Museum (Olivia Zalianty dan Lisa Ayodhya).
Di stan Kelompok Pemerhati Budaya dan Museum Indonesia (KPBMI) masyarakat tetap antusias mengikuti sinau aksara Pallawa. Di sini peserta diajarkan menulis nama dengan aksara kuno yang pertama kali berkembang di Kerajaan Kutai, Kalimantan Timur pada abad ke-4/5.Â
Mereka yang beruntung diberikan cendera mata. Bahkan kalau mem-follow instagram KPBMI diberikan hadiah tambahan. Yah, salah satu cara dari generasi milenial untuk menarik minat rekan sebayanya untuk mencintai budaya leluhur termasuk museum.
Masyarakat juga diperkenankan membaca buku-buku terbitan KPBMI, termasuk komik. Yang istimewa, ada tiga pengunjung dari luar kota sengaja mendatangi stan KPBMI. Mereka adalah penyumbang karya pada buku antologi puisi yang diterbitkan KPBMI, Ketika Batu-batu Candi Berbicara (2019). Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H