Itu lagi itu lagi
Pemaparan berikutnya diberikan oleh Ibu Nusi dari Museum Nasional. Seingat saya, kalau berbicara Museum Nasional, dulu orang selalu berpandangan koleksi museum itu lagi, itu lagi. Memang selama bertahun-tahun tata pamer museum tidak pernah berubah. Ibu Nusi memaparkan tata letak museum sejak 1868, saat masih bernama Bataviaasch Genootschaap van Kunsten en Wetenschappen, hingga pasca kemerdekaan paling-paling berubah sedikit. Barulah setelah mendapatkan gedung di sebelahnya, pada 1990-an dimulai pembangunan gedung tambahan. Pak SBY sewaktu menjabat presiden pada 2007 meresmikan gedung baru. Padahal pembangunan mulai dilaksanakan pada 1996. Maklumlah anggaran dari pemerintah diberikan secara bertahap.
Menurut Ibu Nusi, ruang pameran yang ideal harus memiliki syarat-syarat  kecukupan luas (sesuai dengan kebutuhan), ketinggian ceiling di atas 4 meter, sinar (matahari) tidak berlebihan, pintu akses keluar-masuk (termasuk ketersediaan pintu darurat), ketersediaan aliran listrik, dan ketersediaan APAR (alat pemadam kebakaran). Selain itu memiliki perangkat pameran, yang terdiri atas vitrin/showcase, partisi (konstruksi), panil, mounting, base, dan lighting (tata cahaya).
Diskusi dihadiri sekitar 80 orang, perwakilan dari museum, komunitas, mahasiswa, dan pemerhati. Menurut saya, tata pamer museum jelas harus menarik dan (bukan atau) edukatif. Setelah diskusi peserta melihat-lihat koleksi di MHG. Sebagian besar berupa benda-benda kuno, khususnya keramik, yang berasal dari kapal kargo kuno yang tenggelam di perairan Nusantara beberapa abad lampau. Soal MHG saya pernah nulis di sini.. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H