Terus terang, sejak media cetak kalah bersaing dengan media internet, saya sempat vakum membuat kliping. Karena saya memiliki blog pribadi tentang arkeologi dan museum, kalau kebetulan nemu tulisan sesuai topik, saya copy paste. Lalu saya masukkan ke dalam blog pribadi saya, tentu saya selalu menyebutkan sumber tulisan.
Kliping-kliping yang sudah saya susun sesuai tema atau topik, saya masukkan ke dalam ordner. Hingga beberapa tahun puluhan kliping ini teronggok di gudang. Maklum rumah saya tidak besar. Hanya sekali-sekali saja saya tengok dan bersihkan dari debu.
Di dalam kontener saya sertakan bubuk kopi, lada, dan cengkeh yang masing-masing saya bungkus terpisah. Katanya sih untuk menjauhkan koleksi dari serangga. Yah saya coba saja.
Sebagai penulis, tentu saja kliping memiliki banyak manfaat. Sebagai sumber gagasan, itu salah satunya. Membuat kliping termasuk gerakan literasi. Di era digitalisasi, rasanya sudah tidak banyak lagi orang yang berminat pada kliping. Perlu tempat yang besar, mungkin menjadi alasan utama.
Sebenarnya saya ingin mendigitalkan kliping-kliping saya itu. Dengan demikian masyarakat umum bisa menggunakan sumber informasi tersebut. Sayang saya belum ada waktu. Seharusnya ini tugas pemerintah, bukan tugas pribadi. Tapi saya pikir tak apalah berdedikasi untuk masyarakat dan negara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H