Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Hobby Artikel Utama

Penerbit Buku Idealis Mati, Kapan Kita Bisa Cerdas dan Pintar?

24 Agustus 2019   09:12 Diperbarui: 25 Agustus 2019   09:25 696
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku-buku Bhratara (Dokpri)

Pada era Orde Baru penerbitan buku diawasi oleh pemerintah. Menurut sepengetahuan saya, ada beberapa buku dilarang beredar pada masa ini, misalnya karya Pramoedya Ananta Toer. 

Setelah memasuki era Reformasi 1999, pintu kebebasan mulai dibuka. Namun, banyak beredar buku yang analisisnya di luar nalar. Di pihak lain, ada segelintir masyarakat yang sok berkuasa dengan melarang diskusi buku atau penjualan buku yang dianggap tidak sesuai dengan suara kelompoknya. Menyedihkan. 

Bon pembelian 1983 (Dokpri)
Bon pembelian 1983 (Dokpri)
Tidak merata

Boleh dibilang dunia penerbitan tidak merata. Umumnya berdomisili di Jawa. Sayang, penerbit idealis dikalahkan oleh penerbit komersial. Akibatnya beberapa penerbit tinggal nama. Nama yang kini sudah tiada adalah Penerbit Djambatan. 

Penerbit ini berdiri 19 Februari 1954 oleh Djamaluddin Adinegoro, Kasuma Sutan Pamuntjak, Intojo, Soetomo Wongsotjitro, dan Ahmad Ramali St. Lembang Alam dari pihak Indonesia, serta H.M. van Randwijk dan C. de Koning dari pihak Belanda yang berpihak pada perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia. 

Setelah sahamnya dibeli secara penuh pada 1956, Penerbit Djambatan resmi menjadi perusahaan milik nasional. Penerbit Djambatan menerbitkan banyak buku humaniora. 

Pada 1983 saya membeli beberapa buku Penerbit Djambatan, seperti Tatabahasa Sanskerta Ringkas dan Kalangwan. Bon pembelian masih ada. Waktu itu saya membeli ketika ada pasar buku murah di Kampus FSUI Rawamangun. Jadi ada diskon 20 persen. Sayang, Penerbit Djambatan tutup pada 1 Januari 2013, setelah 59 tahun beroperasi mencerdaskan bangsa.

Saya juga kehilangan Penerbit Indira. Dulu, Indira sering menerbitkan kisah Tintin karya penulis Belgia. Kalau tidak salah, penerbit ini berkantor di daerah Menteng. Menurut informasi yang saya dapatkan, Indira berhenti beroperasi pada 2006.

Buku-buku Bhratara (Dokpri)
Buku-buku Bhratara (Dokpri)
Pradnya Paramita

Penerbit Negara Pradnya Paramita juga tinggal nama. Pada 1970-an saya masih memakai buku pelajaran terbitan Pradnya Paramita. Penerbit ini terutama menerbitkan buku-buku sekolah. Entah sejak kapan, kemudian Pradnya Paramita dilebur ke dalam PT Balai Pustaka (Persero).

Bhratara Karya Aksara sepertinya juga tinggal nama. Pada 1970-an saya sering melewati kantor sekaligus toko bukunya di Jalan Otista 3, Jakarta Timur. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun