Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Generasi Milenial Belajar Jadi Pemandu Museum

13 Juli 2019   17:45 Diperbarui: 13 Juli 2019   17:54 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para peserta lokakarya di ruang koleksi (Foto: KPBMI)
Para peserta lokakarya di ruang koleksi (Foto: KPBMI)

Ruang koleksi

Setelah mendengar pemaparan, Mas Dhanu mengajak peserta ke ruang koleksi. Di perjalanan dari ruang kelas, Mas Dhanu menginformasikan etika atau sopan santun seorang pemandu. Misalnya jangan bergerombol menutupi pintu ruangan. Soalnya pengunjung lain bisa terganggu jika ingin memasuki ruangan tersebut.

Kata Mas Dhanu selanjutnya, kalau kita membawa pengeras suara jangan diarahkan dekat-dekat ke lemari pajangan. Getaran suara tersebut bisa menimbulkan suara alarm milik museum.

Dalam praktek lapangan yang dipandu Pak Bendy dan Mas Dhanu, juga dikatakan pemandu jangan memakai kata 'oke'. Jika pengunjung terlihat bosan atau kurang konsentrasi, pemandu bisa mengalihkan suasana, misalnya dengan mengatakan 'halo-halo' lalu dibalas oleh rombongan dengan 'hai-hai' sampai suara terdengar kompak.

Banyak tanya jawab dalam kesempatan itu. Misalnya apa yang dilakukan pemandu jika ada pertanyaan kritis dari pengunjung. Kiat pemandu adalah jangan berkata 'tidak tahu' tetapi 'menurut yang saya tahu atau baca'. Yang penting jangan ada perdebatan. Kalau ada pendapat dari pengunjung, pemandu harus mengucapkan terima kasih. "Terima kasih atas pendapat bapak/ibu atau pendapat bapak/ibu kami tampung, nanti kami sampaikan kepada pengelola museum".

Jangan lupa pada bagian awal pemandu harus memperkenalkan diri. Lalu menanyakan maksud kunjungan dan waktu yang tersedia. Dengan demikian pemandu bisa menyesuaikan durasi kunjungan.

Foto bersama usai kegiatan (Foto: KPBMI)
Foto bersama usai kegiatan (Foto: KPBMI)

Hadiah

Pemaparan sudah, kini para peserta diajarkan praktek bicara. "Ayo siapa yang mau maju?" tanya Mas Dhanu. Seorang peserta tampil ke muka sambil 'memandu' rombongan. Ia bercerita tentang peta Indonesia. Berikutnya tampil lagi seorang peserta. Kemudian Pak Bendy dan Mas Dhanu mengoreksi penampilan mereka. Ternyata kedua peserta sama-sama menunjuk dengan tangan kiri. "Intonasi juga harus diperhatikan," kata Pak Bendy. Untuk ucapan selamat datang kita harus memperhatikan pengunjung, misalnya selamat datang anak-anak, selamat datang adik-adik, atau selamat datang bapak/ibu. Ada enam peserta yang 'berani malu' tampil sebagai pemandu dalam ruangan tersebut.

Setelah kembali ke ruang kelas, acara masih berlanjut berupa pemberian cenderamata dari Museum Kebangkitan Nasional kepada enam peserta yang 'berani malu' tadi. Akhir acara ditandai dengan foto bersama. Tidak terasa acara tersebut berlangsung selama lima jam, diselingi sholat Jumat. Banyak peserta merasa puas dan bertanya-tanya tentang syarat menjadi volunter. Begitulah, kalau generasi milenial belajar menjadi volunter museum. Rencananya nanti akan terbentuk wadah Sobat Muskitnas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun