Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Generasi Milenial Belajar Jadi Pemandu Museum

13 Juli 2019   17:45 Diperbarui: 13 Juli 2019   17:54 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Belajar jadi pemandu museum (Foto: KPBMI)

Nama Alex dan Bendy sudah dikenal di kalangan pemandu museum Jakarta. Pemandu museum bagian dari pemandu wisata. Namun lebih spesialis karena harus mengetahui sejarah bangunan dan koleksi museum.

Pengalaman Pak Alex dan Pak Bendy di bidang pemanduan museum, dibagikan kepada masyarakat umum di Museum Kebangkitan Nasional, Jumat, 12 Juli 2019. Kegiatannya bertajuk Lokakarya Kepemanduan Museum untuk Masyarakat Umum, didukung oleh Ikatan Pemandu Museum Indonesia (IPMI) dan Kelompok Pemerhati Budaya dan Museum Indonesia (KPBMI). Museum Kebangkitan Nasional memang mempunyai program edukasi dalam rangka mewujudkan program yang lebih besar Belajar Bersama di Museum (BBM).

Kepala Museum Kebangkitan Nasional Pak Mardi Thesianto mengharapkan nantinya ada masyarakat umum yang bisa dilibatkan sebagai volunter museum. Bahkan bukan hanya pameran tetap tetapi juga pada pameran temporer dan kegiatan Museum Kebangkitan Nasional lainnya.

Belajar di ruang kelas (Foto: KPBMI)
Belajar di ruang kelas (Foto: KPBMI)

Becanda

Kegiatan lokakarya diikuti 30 peserta terdiri atas guru sejarah, pelajar SMK, mahasiswa sejarah, dan umum. Sudah tiga kali kegiatan seperti ini dilaksanakan di Museum Kebangkitan Nasional dengan peserta yang berbeda. Memang jumlah segitu idealnya, kata Pak Bendy untuk memandu setiap rombongan.

Suasana lokakarya berjalan santai dan penuh tawa. Pak Bendy dan Pak Alex memaparkan pengalamannya secara ringan. Mungkin karena tidak ilmiah jadi mudah diserap peserta yang umumnya generasi milenial. Ada interaksi antara pemapar dengan peserta.

"Jadi pemandu harus bisa melihat suasana. Kita juga harus becanda dengan rombongan supaya tidak membosankan," kata Pak Alex dan Pak Bendy.

Beberapa kiat menjadi pemandu, antara lain tangan jangan dimasukkan ke dalam kantong, memakai baju yang ada kerah, memakai sepatu, jangan memainkan ponsel selama memandu, pemandu harus melihat ke arah rombongan, jangan menunjuk dengan telunjuk tetapi memakai jempol, dan jangan menggunakan tangan kiri.

[Sebelumnya saya pernah menulis di sini ]

Para peserta lokakarya di ruang koleksi (Foto: KPBMI)
Para peserta lokakarya di ruang koleksi (Foto: KPBMI)

Ruang koleksi

Setelah mendengar pemaparan, Mas Dhanu mengajak peserta ke ruang koleksi. Di perjalanan dari ruang kelas, Mas Dhanu menginformasikan etika atau sopan santun seorang pemandu. Misalnya jangan bergerombol menutupi pintu ruangan. Soalnya pengunjung lain bisa terganggu jika ingin memasuki ruangan tersebut.

Kata Mas Dhanu selanjutnya, kalau kita membawa pengeras suara jangan diarahkan dekat-dekat ke lemari pajangan. Getaran suara tersebut bisa menimbulkan suara alarm milik museum.

Dalam praktek lapangan yang dipandu Pak Bendy dan Mas Dhanu, juga dikatakan pemandu jangan memakai kata 'oke'. Jika pengunjung terlihat bosan atau kurang konsentrasi, pemandu bisa mengalihkan suasana, misalnya dengan mengatakan 'halo-halo' lalu dibalas oleh rombongan dengan 'hai-hai' sampai suara terdengar kompak.

Banyak tanya jawab dalam kesempatan itu. Misalnya apa yang dilakukan pemandu jika ada pertanyaan kritis dari pengunjung. Kiat pemandu adalah jangan berkata 'tidak tahu' tetapi 'menurut yang saya tahu atau baca'. Yang penting jangan ada perdebatan. Kalau ada pendapat dari pengunjung, pemandu harus mengucapkan terima kasih. "Terima kasih atas pendapat bapak/ibu atau pendapat bapak/ibu kami tampung, nanti kami sampaikan kepada pengelola museum".

Jangan lupa pada bagian awal pemandu harus memperkenalkan diri. Lalu menanyakan maksud kunjungan dan waktu yang tersedia. Dengan demikian pemandu bisa menyesuaikan durasi kunjungan.

Foto bersama usai kegiatan (Foto: KPBMI)
Foto bersama usai kegiatan (Foto: KPBMI)

Hadiah

Pemaparan sudah, kini para peserta diajarkan praktek bicara. "Ayo siapa yang mau maju?" tanya Mas Dhanu. Seorang peserta tampil ke muka sambil 'memandu' rombongan. Ia bercerita tentang peta Indonesia. Berikutnya tampil lagi seorang peserta. Kemudian Pak Bendy dan Mas Dhanu mengoreksi penampilan mereka. Ternyata kedua peserta sama-sama menunjuk dengan tangan kiri. "Intonasi juga harus diperhatikan," kata Pak Bendy. Untuk ucapan selamat datang kita harus memperhatikan pengunjung, misalnya selamat datang anak-anak, selamat datang adik-adik, atau selamat datang bapak/ibu. Ada enam peserta yang 'berani malu' tampil sebagai pemandu dalam ruangan tersebut.

Setelah kembali ke ruang kelas, acara masih berlanjut berupa pemberian cenderamata dari Museum Kebangkitan Nasional kepada enam peserta yang 'berani malu' tadi. Akhir acara ditandai dengan foto bersama. Tidak terasa acara tersebut berlangsung selama lima jam, diselingi sholat Jumat. Banyak peserta merasa puas dan bertanya-tanya tentang syarat menjadi volunter. Begitulah, kalau generasi milenial belajar menjadi volunter museum. Rencananya nanti akan terbentuk wadah Sobat Muskitnas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun