Sering kali kalau berada di rumah, saya beres-beres barang. Maklum peninggalan orang tua saya cukup banyak. Berhubung saya tinggal di rumah mertua, barang-barang itu tersebar di banyak tempat. Di mana ada tempat kosong, di situlah saya tempatkan barang.
Pagi tadi saya memandikan sebuah mesin jahit. Karena berada di gudang, saya lihat banyak debu di sana-sini. Cukup lama juga memandikan mesin jahit ini. Semua bagian saya gosok bersih. Yah itulah pentingnya perawatan. Merawat lebih susah daripada mendapatkan.
"Limited Edition"
Mesin jahit itu tampak masih cantik. Dulu sering dipakai ibu saya, baik untuk membuat pakaian kami anak-anaknya maupun membetulkan pakaian yang robek. Penutup mesin jahit, termasuk laci-laci, masih oke punya. Meja mesin jahit terbuat dari kayu jati.
Ternyata surat jalan mesin jahit ini masih ada. Tjin Hong & Co, begitu tulisan pada kop surat. Rupanya toko Tjin Hong berdagang sepeda dan alat-alat sepeda. Toko ini beralamat Sawah Besar 24 dengan telepon 1717. Masih menggunakan empat angka karena dulu telepon menjadi barang mewah. Entah sekarang Tjin Hong masih ada atau sudah berubah. Â
Dalam surat jalan dikatakan ada sepuluh peti berisi kepala mesin jahit dan lima peti berisi sepuluh kaki mesin jahit. "Tidak memakai meja kayu," demikian tertulis dalam surat jalan itu. Surat jalan yang masih menggunakan ejaan lama itu bertanggal 26 April 1956. Jadi sekarang sudah berusia 63 tahun.
"Merdeka"
Mungkin ketika itu ayah saya bekerja sama dengan Tjin Hong & Co. Ayah saya pernah bercerita kalau mesin jahit itu dipesan di Jepang. Kita boleh memilih merk sendiri. Nah, ayah saya memilih nama "Merdeka". Jadilah mesin jahit "Merdeka" sebagai barang limited edition karena cuma ada sepuluh. Â
Mesin jahit ini merupakan keuntungan penjualan. Kemudian oleh ayah saya dibuatkan meja dengan bahan yang baik. Ayah saya memilih bahan jati supaya kuat. Meja mesin jahit dibuat di Jatinegara. Ayah saya pernah bilang pembuatnya bernama Aweng. Ia berasal dari suku Konghu di dekat Hongkong. "Orang Konghu kalau membuat mebel sangat bagus," cerita ayah saya ketika itu.
Laci
Sebagai bahan paduan, bagian laci menggunakan tripleks. Demikian juga bagian bawah tempat memasukkan kepala mesin kalau tidak digunakan. Saya lihat laci-laci meja masih baik. Begitu juga bagian-bagian lain. Saya hanya memberi minyak mesin pada beberapa bagian.
Selain digoyang-goyang dengan kaki, mesin jahit ini bisa menggunakan dinamo listrik. Dinamo tersebut masih terpasang. Hanya tali mesin sudah lapuk. Menurut kerabat saya, tali mesin masih cukup mudah diperoleh.
Nama "Merdeka" jelas terpampang di bagian tengah. Memang unik nama demikian karena waktu itu mesin jahit buatan Jepang belum masuk Indonesia. Biasanya mesin jahit buatan Eropa yang banyak di sini.
Kini tampaknya keberadaan mesin jahit klasik sudah berubah fungsi. Biasanya beberapa restoran menggunakan kerangka besinya, lalu dibuat meja. Mereka yang kreatif bahkan memodifikasi mesin jahit rusak sebagai pajangan atau tempat meletakkan sesuatu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H