Mesin jahit ini merupakan keuntungan penjualan. Kemudian oleh ayah saya dibuatkan meja dengan bahan yang baik. Ayah saya memilih bahan jati supaya kuat. Meja mesin jahit dibuat di Jatinegara. Ayah saya pernah bilang pembuatnya bernama Aweng. Ia berasal dari suku Konghu di dekat Hongkong. "Orang Konghu kalau membuat mebel sangat bagus," cerita ayah saya ketika itu.
Laci
Sebagai bahan paduan, bagian laci menggunakan tripleks. Demikian juga bagian bawah tempat memasukkan kepala mesin kalau tidak digunakan. Saya lihat laci-laci meja masih baik. Begitu juga bagian-bagian lain. Saya hanya memberi minyak mesin pada beberapa bagian.
Selain digoyang-goyang dengan kaki, mesin jahit ini bisa menggunakan dinamo listrik. Dinamo tersebut masih terpasang. Hanya tali mesin sudah lapuk. Menurut kerabat saya, tali mesin masih cukup mudah diperoleh.
Nama "Merdeka" jelas terpampang di bagian tengah. Memang unik nama demikian karena waktu itu mesin jahit buatan Jepang belum masuk Indonesia. Biasanya mesin jahit buatan Eropa yang banyak di sini.
Kini tampaknya keberadaan mesin jahit klasik sudah berubah fungsi. Biasanya beberapa restoran menggunakan kerangka besinya, lalu dibuat meja. Mereka yang kreatif bahkan memodifikasi mesin jahit rusak sebagai pajangan atau tempat meletakkan sesuatu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H