Minat membaca dan menulis semakin semakin berkembang ketika saya menjadi mahasiswa Jurusan Arkeologi UI, yang waktu itu masih berlokasi di Rawamangun. Hampir setiap kesempatan saya nongkrong di perpustakaan FSUI.Â
Sering juga ke Perpustakaan IKIP Jakarta, kebetulan kampusnya bersebelahan. Perpustakaan lain yang sering saya kunjungi adalah Perpustakaan Pusat Bahasa. Juga dekat kampus FSUI Rawamangun.
Dari banyak membaca, saya belajar menulis artikel. Ketika mahasiswa, saya antara lain menulis di Warta Mahasiswa, Merdeka, Suara Karya, Sinar Harapan, dan Mutiara.Â
Honorarium menulis saya anggap cukup lumayan sehingga saya bisa membayar uang kuliah sebesar Rp15.000 per semester dan membeli buku.Waktu itu honorarium menulis Rp10.000 hingga Rp20.000. Sekadar perbandingan harga buku Rp400 hingga Rp4.000.
Ketika sudah lulus, bahkan sampai sekarang, saya tetap menulis. Kalau awalnya cuma menulis masalah arkeologi atau kepurbakalaan, lambat laun saya menulis apa yang bisa saya tulis.Â
Saya pernah menulis masalah pendidikan, pariwisata, kesehatan, dan numismatik, bahkan astrologi dan palmistri. Pokoknya tulisan yang mencerdaskan dan bukan hoaks deh.
Dikenal
Sejak lulus dari Jurusan Arkeologi UI pada 1985, saya tidak pernah bekerja di instansi arkeologi. Namun karena saya sejak lama sudah menulis masalah-masalah arkeologi, masyarakat awam mengenal saya sebagai arkeolog yang 'hebat', hehehe.Â
Mereka bertanya tentang kepurbakalaan ke saya dan minta tenaga untuk kegiatan lelang ke saya. Tentunya masih ada lagi. Bertanya numismatik pun ke saya.
Sesungguhnya saya tidak hanya menyenangi dunia arkeologi. Yang jelas Sepurmudaya (Sejarah, Purbakala, Museum, Budaya). Selain membeli, buku-buku Sepurmudaya saya peroleh dari berbagai instansi secara gratis. Hingga saat itu sudah terkumpul ratusan buku limited edition.Â