Bu Naniek menyebut keramik Singkawang sebagai keramik Tiongkok yang aspal. Para pengrajin memang banyak meniru keramik Tiongkok nyaris sempurna. Tungku pembakaran atau kiln di Singkawang sungguh luar biasa dibandingkan daerah-daerah lain. Karena itu kualitas keramik Singkawang cukup tinggi.
Dalam melakukan penelitian, Bu Naniek banyak berkeliling Singkawang. Saking terampil, pengrajin Singkawang mampu menciptakan keramik yang berukuran sekitar dua meter. "Bayangkan ukuran tungku pembakarannya," kata Bu Naniek.
Palsu atau asli
Banyak peserta bertanya soal mengidentifikasi keramik palsu atau asli. Menurut Bu Naniek, lebih mudah mengidentifikasi dari pecahan karena bisa mengetahui tekstur. Dari pasir yang menempel pun bisa diketahui teknik pembuatan. Kalau dari keramik utuh, paling bisa diidentifikasi dari motif, demikian Bu Naniek.
Tidak heran banyak peserta bertanya demikian. Soalnya sejak lama keramik kuno dipandang menjadi benda investasi yang menggiurkan.
Dalam arkeologi sendiri keramik memiliki berbagai manfaat, seperti untuk mengetahui perdagangan kuno dan untuk mengetahui sejauh mana hubungan kedua kerajaan.
Pak Sonny mengharapkan museum tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pelestarian. Museum harus menampilkan koleksi yang dapat dimanfaatkan oleh pengunjung sebagai sumber inspirasi mereka. Misalnya masyarakat atau pengrajin dapat memodifikasi motif-motif kuno ke dalam karya kekinian mereka.
Di seluruh Indonesia banyak museum umum sudah memiliki koleksi keramik, baik berupa utuhan maupun pecahan. Semoga koleksi-koleksi tersebut bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menciptakan motif atau hiasan yang disesuaikan dengan zaman.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H