Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Belajar Keramik Kuno Palsu atau Asli di Museum Seni Rupa dan Keramik

19 Mei 2019   12:17 Diperbarui: 19 Mei 2019   20:27 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari kiri Bu Naniek, Pak Sonny, dan Mas Fajar sebagai moderator (Dokpri)

Bu Naniek menyebut keramik Singkawang sebagai keramik Tiongkok yang aspal. Para pengrajin memang banyak meniru keramik Tiongkok nyaris sempurna. Tungku pembakaran atau kiln di Singkawang sungguh luar biasa dibandingkan daerah-daerah lain. Karena itu kualitas keramik Singkawang cukup tinggi.

Dalam melakukan penelitian, Bu Naniek banyak berkeliling Singkawang. Saking terampil, pengrajin Singkawang mampu menciptakan keramik yang berukuran sekitar dua meter. "Bayangkan ukuran tungku pembakarannya," kata Bu Naniek.

Bu Naniek memperlihatkan keramik raksasa setinggi dua meter (Dokpri)
Bu Naniek memperlihatkan keramik raksasa setinggi dua meter (Dokpri)

Palsu atau asli
Banyak peserta bertanya soal mengidentifikasi keramik palsu atau asli. Menurut Bu Naniek, lebih mudah mengidentifikasi dari pecahan karena bisa mengetahui tekstur. Dari pasir yang menempel pun bisa diketahui teknik pembuatan. Kalau dari keramik utuh, paling bisa diidentifikasi dari motif, demikian Bu Naniek.

Tidak heran banyak peserta bertanya demikian. Soalnya sejak lama keramik kuno dipandang menjadi benda investasi yang menggiurkan.

Dalam arkeologi sendiri keramik memiliki berbagai manfaat, seperti untuk mengetahui perdagangan kuno dan untuk mengetahui sejauh mana hubungan kedua kerajaan.

Pak Sonny mengharapkan museum tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pelestarian. Museum harus menampilkan koleksi yang dapat dimanfaatkan oleh pengunjung sebagai sumber inspirasi mereka. Misalnya masyarakat atau pengrajin dapat memodifikasi motif-motif kuno ke dalam karya kekinian mereka.

Di seluruh Indonesia banyak museum umum sudah memiliki koleksi keramik, baik berupa utuhan maupun pecahan. Semoga koleksi-koleksi tersebut bisa dimanfaatkan oleh masyarakat untuk menciptakan motif atau hiasan yang disesuaikan dengan zaman.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun