Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Museum dan Pengunjung: Harus Interaktif-Partisipatif

19 Mei 2019   09:55 Diperbarui: 19 Mei 2019   09:56 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pak Max Meijer/kiri dan Pak Piter/kanan (Dokpri)

 Hari Museum Internasional diperingati di seluruh dunia setiap 18 Mei. Acara ini dikoordinasikan oleh ICOM atau International Council of Museum (Dewan Museum Internasional). Setiap tahun tema yang diusung berbeda-beda. Kali ini tema yang diangkat Museum as Cultural Hubs: The Future of Tradition atau "Museum sebagai Hub Kebudayaan: Masa Depan bagi Sebuah Tradisi". Istilah hub memang jarang dikenal. Arti harfiahnya bagian tengah sebuah roda.

Paramita Jaya, asosiasi museum di DKI Jakarta, juga ikut merayakan Hari Museum Internasional. Seperti biasanya Paramita Jaya menyelenggarakan Temu Mugalemon (Museum, Galeri, Monumen) setiap bulan. Kali ini Museum Santa Maria bertindak sebagai tuan rumah karena dikaitkan dengan sewindu usia museum tersebut.

Bagan istilah hub (Dokpri)
Bagan istilah hub (Dokpri)

Istilah hub

Temu Mugalemon menghadirkan pembicara Max Meijer. Beliau berprofesi konsultan ahli museum internasional. Bahkan pernah menjadi petinggi di ICOM.

Menurut Meijer, istilah hub cukup populer digunakan akhir-akhir ini. Semua jenis pengaturan dan organisasi berjaringan sebagai hub. Istilah hub banyak digunakan di sektor transportasi, logistik, maskapai penerbangan, teknologi informasi, dan industri kreatif. Pada sektor-sektor itu hub dilihat sebagai tempat fisik dan cara kerja. "Penggambaran museum sebagai hub sangat cocok, terlebih sejak kebanyakan museum dibangun dan dikembangkan menjadi platform untuk berinteraksi dan berkoneksi dengan masyarakat di satu sisi dan dengan organisasi-organisasi lain yang terkait di sisi lain," demikian Meijer.

Lebih lanjut menurut Meijer, tema itu juga cocok bagi perkembangan museum di Indonesia. Museum yang tadinya berorientasi pada koleksi, menjadi sebuah lembaga yang lebih dinamis yang menempatkan pengunjung pada posisi sentral.

Pak Max Meijer/kiri dan Pak Piter/kanan (Dokpri)
Pak Max Meijer/kiri dan Pak Piter/kanan (Dokpri)

Pengetahuan dan informasi

Museum telah banyak berubah, demikian kata Meijer. Tadinya merupakan tempat manakala pengunjung hanya bisa melihat atau menikmati obyek-obyek masa lampau. Namun kemudian menjadi sebuah lembaga yang lebih dinamis. Artinya museum dapat menyajikan lebih banyak konteks dan informasi bagi sebuah pengalaman mengunjungi museum. Bahkan, kata Meijer, dalam beberapa tahun terakhir telah berevolusi ke arah yang lebih interaktif dan partisipatif.

Sampai saat ini museum masih merupakan sumber pengetahuan dan informasi yang resmi. Namun, menurut Meijer, museum dapat mengambil manfaat dari pengetahuan dan pengalaman para pengunjung dan masyarakat sekitar. Hal ini akan semakin menambah keterlibatan dan rasa saling memiliki. Jadi museum dan masyarakat memiliki relevansi yang kuat yang dapat berkontribusi terhadap pengembangan dan penguatan berdasarkan kepentingan bersama.

Meijer mencontohkan tadinya ada museum yang hanya memajang koleksi tapi informasinya masih sedikit. Nah, karena pengunjung tahu dan paham akan koleksi-koleksi tersebut, maka lambat laun informasi koleksi semakin bertambah.

Dokpri
Dokpri

Kedaerahan

Dalam bagian akhir Meijer berbicara soal model museum sebagai hub kebudayaan bagi Indonesia. Katanya, berangkat dari perspektif Eropa, hal ini tepat. "Ide sebagai hub sangat tepat bagi tradisi kebudayaan dan museum, mengingat Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman budaya dengan identitas nasional  dan kedaerahan yang kuat," jelas Meijer.

Tantangan dan pembentukan hub harus direfleksikan oleh museum itu sendiri. Kemudian dapat dijabarkan dalam organisasi museum tersebut di level yang berbeda, seperti visi misi, tata kelola organisasi, jaringan, keterampilan karyawan, dan inklusif. Demikian tutup Meijer.

Temu Mugalemon dibuka dengan kata pengantar oleh Kepala Museum Santa Maria Sr. Lucya. Setelah itu sambutan oleh Ketua Paramita Jaya, Bapak Yiyok T. Herlambang. Acara diakhiri dengan kunjungan ke Museum Santa Maria.

Museum Santa Maria terletak di Jalan Ir. H. Juanda No. 29. Dari halte Transjakarta Harmoni atau Pecenongan cukup berjalan kaki. Jaraknya sekitar 300 meter.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun