Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Koleksi Baru Pangeran Diponegoro di Museum Sejarah Jakarta

2 April 2019   07:16 Diperbarui: 2 April 2019   07:19 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 November 2018 lalu Museum Sejarah Jakarta mulai membuka pra pameran tetap sebuah ruangan yang disebut Kamar Diponegoro. Pangeran Diponegoro, demikian yang kita kenal dalam buku-buku sejarah, memiliki kisah heroik yang menjadi hulu kemerdekaan Indonesia 1945. 

Perang Diponegoro atau Perang Jawa terjadi pada 1825-1830. Perang inilah yang menguras keuangan pemerintah kolonial Belanda. Kisah awal Kamar Diponegoro saya pernah tulis di sini.

Senin, 1 April 2019 Kamar Diponegoro dibuka secara resmi sebagai pameran tetap. Gubernur DKI Jakarta Bapak Anies Baswedan membuka pameran tetap itu dengan membunyikan sirene. 

Turut hadir Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta Bapak Edy Junaedi, Kepala UP Museum Kesejarahan Jakarta Ibu Sri Kusumawati, keluarga Pangeran Diponegoro, undangan, dan media.

Batik Perang Jawa (Dokpri)
Batik Perang Jawa (Dokpri)

Belanda

Beberapa artefak yang memiliki hubungan dengan Pangeran Diponegoro pernah dibawa ke Belanda. Namun dengan usaha berbagai pihak, sejumlah artefak dikembalikan ke Indonesia. "Saya pernah menerimanya pada 2015. Sekarang koleksi-koleksi itu disimpan di Museum Nasional," kata Pak Anies.

Museum tidak hanya berhubungan dengan masa lalu. Namun harus memberi inspirasi untuk masa depan. Demikian kata Pak Anies yang sekaligus meresmikan pameran tetap Kamar Diponegoro dan pameran temporer "Jakarta Kota Kosmopolitan". 

Momen pembukaan pameran dihubungkan dengan peringatan 400 tahun pendirian Batavia dan ulang tahun Museum Sejarah Jakarta ke-45. Museum ini diresmikan pada 30 Maret 1974 oleh Gubernur Ali Sadikin. 

Sebelumnya pernah digunakan sebagai Stadhuis (Balai Kota) dan kantor militer. Saya ingat pada masa-masa awal peresmian, terminal Jakarta Kota berada di depan museum. Banyak bus Robur dan oplet di tempat itu.

Sketsa pensil Diponegoro dan pelukisnya (Dokpri)
Sketsa pensil Diponegoro dan pelukisnya (Dokpri)

Peter Carey

Kamar Diponegoro dirintis ketika Museum Sejarah Jakarta dipimpin Ibu Enny Prihantini. Ia mengundang Peter Carey, yang dikenal banyak meneliti tentang Diponegoro.

Menurut Carey, dalam sejarah dikenal empat tempat yang berhubungan dengan Diponegoro. Ia ditangkap di Magelang di lokasi yang dikenal sebagai Karesidenan Kedu. 

Tempat itu sekarang masih ada, bahkan diberi nama Museum Penangkapan Pangeran Diponegoro. Hanya berupa ruangan kecil. Di Tegalrejo, Yogyakarta, ada bekas kediaman Diponegoro. Sementara Benteng Rotterdam, Makassar, menjadi tempat penahanan Diponegoro.

"Ketiga tempat itu memiliki masalah besar dan dari aspek historis semuanya tersandera oleh agenda lokal. Di Magelang dan Tegalrejo, situs dialihfungsikan untuk upacara pernikahan dan sejenisnya. 

Bahkan di Tegalrejo ada perusakan situs berupa pembongkaran lantai di bawah mimbar masjid yang belum selesai dibangun saat terjadinya Perang Jawa," kata Carey.

Sama buruknya juga terjadi di Benteng Rotterdam. Staf lokal di sana bersikeras menunjukkan ruang penjara bawah tanah yang tidak masuk akal sebagai tempat Diponegoro ditahan. 

Padahal, kata Carey, Diponegoro dan keluarganya tidak ditahan di bawah tanah tetapi di tempat tinggal mantan perwira di lantai dua yang sekarang menjadi perpustakaan dan kantor Pemkot Makassar.

Situs yang masih bisa dilacak, yah tempat penahanan Diponegoro di Batavia ini. Kata Carey, dulu ruang ini apartemen pribadi kepala dinas penjara Batavia. Tempat itu harus dikosongkan jika ada tahanan Eropa atau Indonesia yang berstatus "tinggi".

Lukisan penangkapan Diponegoro karya Raden Saleh (Dokpri)
Lukisan penangkapan Diponegoro karya Raden Saleh (Dokpri)

Koleksi

Kamar Diponegoro pertama kali diidentifikasi oleh arsiparis Hindia-Belanda, Frederik de Haan (1863-1935). Haan dikenal dengan bukunya berjudul Oud Batavia.

Kamar Diponegoro luasnya 120 meter persegi. Namun, kata Carey, memiliki dampak visual dan emosional bagi pengunjung. Di ruang ini terdapat beberapa lukisan tentang Diponegoro. Ada juga sejumlah salinan artefak berkualitas tinggi yang digunakan oleh Diponegoro atau diproduksi oleh atau untuknya selama penahanan singkatnya.

Oplet, kendaraan zaman dulu di Jakarta dalam pameran temporer (Dokpri)
Oplet, kendaraan zaman dulu di Jakarta dalam pameran temporer (Dokpri)

Koleksi maskot berupa sketsa pensil Diponegoro yang digambar oleh walinya selama di Batavia, Adrianus Johannes (Jan) Bik dan potret Bik. Koleksi lain surat pribadi Diponegoro untuk ibu dan putra sulungnya. Meja kerja dan sangkar burung ikut mewarnai koleksi.

Dibandingkan sewaktu pra pembukaan November 2018 lalu, kini ada tambahan koleksi baru pada pameran tetap ini berupa replika tongkat ziarah, replika tombak, dan batik tulis tentang Perang Jawa. Banyak pihak berharap Kamar Diponegoro menjadi maskot museum, sebagai daya tarik pengunjung.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun