Sekadar mengingatkan, sekitar 2010 saya harus menunggu sekitar 30-45 menit. Namun sejak 2014/2015 waktu tunggu sekitar 5-10 menit. Ketika zaman Ahok malah dipasang layar informasi berupa televisi untuk mengetahui waktu kedatangan TJ, misal 2 menit. Itulah salah satu kelebihan TJ. Pada halte tertentu seperti di Monumen Nasional dan Balai Kota disediakan toilet.
Saya pikir adanya bus TJ sudah sangat membantu warga masyarakat. Kita cukup membayar satu kali ke mana pun tujuan kita, asal tidak keluar dari halte, termasuk halte transit. Bagaimana pun Rp 3.500 sudah cukup murah.
Tentu saja masih ada kekurangan TJ. Sebaiknya pemerintah pusat dan pemerintah provinsi menambah armada TJ setiap tahun. Untuk jam-jam sibuk, misalnya, waktu kedatangan setiap dua menit. Taruhlah pukul 05.00-pukul 09.00 lalu pukul 16.00-pukul 20.00. Di luar jam sibuk waktu kedatangan cukup lima menit.
Sistem antrean menunggu bus perlu dibuat mengular, jangan menumpuk seperti sekarang. Jadi yang datang lebih dulu akan naik terlebih dulu. Pembagian ruangan untuk wanita di dalam bus juga harus diperjelas. Selama ini banyak penumpang wanita justru duduk di bagian belakang, padahal di bagian khusus wanita masih kosong.
Bukan itu saja, pada tempat-tempat tertentu, terutama putaran dan lokasi yang bersinggungan, perlu dijaga oleh petugas. Prioritaskan bus TJ. Tetap berlakukan sistem ganjil genap untuk mengurangi kemacetan. Semoga pengelolaan TJ semakin bagus dan menjadi contoh kota-kota lain.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H