Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Merawat Buku Kuno dan Naskah Kuno

10 Januari 2019   15:40 Diperbarui: 10 Januari 2019   22:50 1851
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berbagai sumber ilmu pengetahuan kalau mau diketahui banyak orang dan lestari, tentu saja harus dituliskan. Selama ini dikenal berbagai sarana penulisan, di antaranya kertas. Kertas masa modern---kalau boleh dibilang begitu---biasanya terbuat dari kayu dan sejenisnya. Itulah buku yang dikenal sekarang.

Pada masa yang lebih tua, juga dikenal kertas, bahkan lontar, nipah, kulit kayu, dan sebagainya. Karena berumur beberapa ratus tahun, jadilah istilah naskah kuno. Di antara sejumlah bahan itu, kertas tergolong paling rapuh. 

Sering ditemui naskah berbahan kertas dalam keadaan amburadul.  Naskah-naskah itu ada yang milik pribadi, ada pula milik instansi dan  museum. Beruntung kalau bagian pinggir naskah saja yang rusak.

Yang miris, kalau bagian tulisannya ikut hilang. Saya pernah menulis di sini.

Naskah kuno dari Garut yang amburadul (Foto: detik.com)
Naskah kuno dari Garut yang amburadul (Foto: detik.com)
Filologika
Sejak lama banyak museum memiliki koleksi naskah kuno. Filologika, begitulah salah satu bagian koleksi museum, sejajar dengan Historika, Arkeologika, Geologika, Biologika, dan lainnya. Filologika berasal dari kata filologi, yang secara singkat didefinisikan ilmu yang mempelajari naskah tulisan tangan.

Semua bahan tulisan tangan itu disebut handschrift dan manuscript, itulah dasar kata manuskrip.

Ditinjau dari isinya, ada naskah tentang pengobatan, ada pula tentang nasihat, agama, dan lainnya. Ditinjau dari bahasa, ada yang berbahasa Arab, ada pula yang berbahasa daerah seperti Jawa dan Melayu.

Naskah-naskah kuno menggunakan kertas yang disebut daluwang. Kertas tersebut dibuat dari serat-serat tanaman. Daluwang banyak dipakai di Pulau Jawa dan berkembang pada masa Islam. Ini untuk menggantikan lontar yang dianggap tidak praktis untuk menulis huruf Arab. Begitu informasi dari tulisan Lilis Restinaningsih di internet berjudul "Konservasi dan Restorasi terhadap Naskah".

Naskah kuno yang sudah direstorasi (Dok. Bayt Al-Qur'an dan Museum Istiqlal)
Naskah kuno yang sudah direstorasi (Dok. Bayt Al-Qur'an dan Museum Istiqlal)
Kertas Eropa
Pada abad ke-17 digunakan juga kertas impor untuk menulis naskah. Ketika itu VOC memperdagangkan kertas Cina dan kertas Arab berikut tinta sebagai pelengkap sarana menulis. Kertas semacam itu dikenal sebagai kertas Eropa.

Tinta yang digunakan terbuat dari karbon, biasanya jelaga dicampur dengan gum arabic. Hasilnya tulisan atau gambar sangat stabil. Dalam perkembangannya, tinta ditambahi zat tertentu agar cepat kering dan mengurangi kemungkinan memudar.

Lembaran yang sudah dituliskan kemudian dijilid. Pada awalnya, naskah dijilid menggunakan kulit atau perkamen. Setelah itu mulai digunakan kain untuk memperkuat sampul buku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun