Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar Menulis Nama dengan Aksara Jawa Kuno

1 Oktober 2018   07:50 Diperbarui: 1 Oktober 2018   07:55 1238
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebagian besar peserta berfoto bersama (Foto: KPBMI)

Kelompok Pemerhati Budaya dan Museum Indonesia (KPBMI) kembali menyelenggarakan Sinau Aksara dan Bedah Prasasti pada Minggu, 30 September 2018, di Museum Nasional. Museum Nasional menjadi pilihan karena di sana banyak terdapat prasasti. Kegiatan kali ini merupakan yang ketiga. Dua kali sebelumnya juga dilaksanakan di Museum Nasional.

Pada dua kali kegiatan, bertindak sebagai pemateri Mbak Sri Ambarwati (Ami) dan Mbak Fifia Wardhani (Fifi). Kali ini Ibu Ninie Susanti, Ketua Departemen Arkeologi UI. Beliau memaparkan tokoh Airlangga dan aksara pada masa itu. Kegiatan Sinau Aksara dan Bedah Prasasti terlaksana berkat gotong royong antara Kelompok Pemerhati Budaya dan Museum Indonesia dengan Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Museum Nasional, dan Departemen Arkeologi UI.

Belajar aksara kuno bersama Ibu Ninie Susanti (Foto: KPBMI)
Belajar aksara kuno bersama Ibu Ninie Susanti (Foto: KPBMI)
Airlangga

Ibu Ninie membuat disertasi tentang Airlangga, Biografi Raja Pembaru Jawa Abad XI. Raja Airlangga memerintah Kerajaan Mataram Kuno pada 1019-1043. Semasa memerintah, Airlangga mengeluarkan 33 prasasti. Jumlah prasasti tentu bisa bertambah. Siapa tahu masyarakat pada masa sekarang menemukan prasasti yang masih terpendam di dalam tanah.

Dari 33 prasasti, menurut Ibu Ninie, hanya 15 prasasti dapat dibaca dan memuat data sejarah. Yang 18 lagi tidak dapat dibaca karena permukaan prasasti sudah halus (11 prasasti), hancur (6 prasasti), dan hilang (1 prasasti). Pada masa Airlangga juga ditulis naskah Arjunawiwaha.

Di antara prasasti yang ada, Prasasti Pucangan dibawa ke Kalkutta (India) oleh Raffles ketika menguasai Jawa. Sekarang kondisi prasasti itu mengkhawatirkan karena kurang terurus.

Aksara Jawa Kuno masa Raja Airlangga (Koleksi Ibu Ninie)
Aksara Jawa Kuno masa Raja Airlangga (Koleksi Ibu Ninie)
Menurut Ibu Ninie, pemerintahan Airlangga dibagi tiga fase, yakni masa konsolidasi (1019-1035), masa keemasan (1035-1042), dan masa akhir pemerintahan (1042-1043). Dalam prasasti dikatakan raja pernah melakukan 11 kali serangan. Hasilnya 10 kali kemenangan dan satu kekalahan. Prasasti-prasasti yang mencatat serangan itu adalah Cane, Kakurugan, Pucangan, Baru, dan Terep. Nah uniknya, menurut Ibu Ninie, Prasasti Pucangan ditulis dalam dua bahasa, yakni Sanskerta dan Jawa Kuno.

Diketahui pula dari prasasti Gandakuti, pada 1042 Airlangga mundur dari takhta dan menjadi pendeta. Namun prasasti yang dikeluarkan sesudah itu menyebut bahwa raja kembali menduduki takhta bersama putri mahkota. Ibu Ninie menduga, prasasti terakhir Airlangga adalah Pasar Legi bertarikh 1043. Setelah itu ia membagi dua kerajaan.

Ibu Ninie sedang memberi bimbingan kepada seorang peserta (Foto: KPBMI)
Ibu Ninie sedang memberi bimbingan kepada seorang peserta (Foto: KPBMI)
Belajar aksara

Setelah bercerita tentang sejarah Airlangga, Ibu Ninie masuk ke topik utama, yakni aksara. Menurut Ibu Ninie, di Indonesia berkembang tiga jenis aksara, yaitu Pallawa, Arab, dan Latin. Secara lebih spesifik disebutkan Pallawa Awal berkembang abad ke-4---ke-6, contohnya Yupa dan Tarumanagara; Pallawa Akhir abad ke-7---ke-8, contohnya Tuk Mas, Sriwijaya, dan Canggal; Kawi Awal bentuk kuno (760-856), contohnya Plumpungan dan Dinoyo; Kawi Awal bentuk standar (910-925), contohnya prasasti Raja Kayuwangi dan Balitung; Kawi Akhir (925-1250); Kawi Majapahit (1250-1450); dan Jawa Baru (1600-sekarang).

Setelah tanya jawab yang berlangsung seru, selanjutnya latihan menulis aksara Jawa Kuno masa Airlangga. Sebelumnya panitia membagikan tabel aksara. Para peserta diminta menuliskan nama diri berdasarkan petunjuk tabel aksara.  Di sela-sela latihan, Ibu Ninie menjelaskan fungsi berbagai tanda baca dan bunyi lain seperti ng dan kata yang diawali vokal.

Sebagian besar peserta berfoto bersama (Foto: KPBMI)
Sebagian besar peserta berfoto bersama (Foto: KPBMI)
Seluruh peserta antusias menuliskan nama masing-masing. Selain Ibu Ninie, ada juga dua epigraf yang membantu, yakni Mbak Ami dan Mbak Asri. Setelah makan siang, seluruh peserta diajak ke ruang prasasti sekaligus harus menjawab kuis tentang tiga prasasti Airlangga di ruang itu. Ada sepuluh peserta yang berhasil menjawab. Mereka mendapatkan hadiah buku, kaos, dan payung dari panitia.

Peserta Sinau Aksara dan Bedah Prasasti kali ini tetap beragam, seperti penyelenggaraan dua kali sebelumnya. Mereka berasal dari wilayah Jabodetabek. Bahkan ada yang sengaja datang dari Rangkasbitung dan Bandung. Mereka berharap kegiatan seperti ini tetap berlanjut, dalam rangka pembelajaran dan pelestarian kebudayaan kuno.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun