Pagi hari kami berangkat dari Bangkalan, Madura. Tempat yang hendak dituju adalah Museum Sunan Giri di Gresik. Kami melewati jembatan Suramadu. Patokan utama kami adalah google, maklum sudah zaman milenial.
Ternyata tidak ada tanda-tanda museum pada alamat yang dituju. Tempat yang dimaksud malah tertutup seng karena sedang ada pembangunan. Setelah bertanya pada pemilik warung, barulah diketahui Museum Sunan Giri telah pindah. "Di dekat  makam Sunan Giri," katanya.
Kami segera menuju ke sana. Nama Museum Sunan Giri terlihat dari kejauhan. Â Lokasinya di bagian depan sebelum menuju kompleks makam. Â
Pada awal pendiriannya, Museum Sunan Giri berada di bawah pengelolaan Dinas Kebudayaan, Pariwisata,Pemuda, dan Olahraga Kebupaten Gresik. Museum itu diresmikan pada 17 Maret 2003 bersamaan dengan hari jadi kota Gresik.Â
Latar belakang pendiriannya karena banyak tinggalan sejarah dan arkeologi di sana, sekaligus memberikan informasi dan melindungi data masa lalu yang dimiliki Kabupaten Gresik.
Nama Sunan Giri diberikan untuk mengenang seorang tokoh yang mampu membawa Gresik sebagai kerajaan Islam, kota bandar dagang, dan pusat budaya pesisir.Â
Di lokasi baru, Museum Sunan Giri terus bebenah. Koleksi museum tidak hanya berasal dari masa Islam, tetapi juga dari era Kolonial.
Untuk menuju museum, pengunjung harus menaiki tangga masuk. Tidak ada karcis masuk untuk memasuki museum ini, cukup mengisi buku tamu di bagian dalam.
Beberapa koleksi yang berkenaan dengan Sunan Giri ada di sini. Misalnya fragmen sajadah dari situs kubur Sunan Giri di Desa Giri, Kecamatan Kebomas, Kabupaten Gresik.Â
Fragmen sajadah tersebut diduga berasal dari Timur Tengah. Koleksi lain berupa surban dan keris yang juga menurut cerita rakyat pernah dipakai Sunan Giri.
Yang unik, di Museum Sunan Giri terdapat koleksi pelana kuda. Â Pada awalnya pelana tersebut disimpan di Masjid Ainul Yaqin. Konon merupakan pelana kuda pengikut Sunan Giri. Â Kedua pelana itu terbuat dari kayu.
Bedug merupakan koleksi unggulan Museum Sunan Giri. Bedug itu  terbuat dari satu batang pohon kayu lapis yang bagian tengahnya diberi rongga lubang hingga tembus kedua sisinya. Â
Konon, bedug tersebut merupakan peninggalan Maulana Malik Ibrahim yang meninggal pada 1419 M. Nama Maulana Malik Ibrahim disebut-sebut dalam Babad Gresik. Â
Koleksi keramik asing ada di lantai dua. Museum ini memang terdiri atas dua lantai. Ada keramik Eropa dan ada keramik Tiongkok. Beberapa guci merupakan hasil sitaan petugas karena diambil secara ilegal dari dalam perairan.
Koleksi naskah kuno ada beberapa buah. Naskah tersebut bergambar, tidak seperti kebanyakan naskah. Dulu ditemukan dalam gudang. Sayang kondisinya sudah kurang baik sehingga memerlukan perawatan secara khusus.Â
Tentu perlu anggaran yang cukup besar. Ironisnya, anggaran museum sangat kecil. Jelas perlu ada keberanian dari pihak pemkab untuk mengajukan anggaran tambahan. Perlu pula kepedulian dari pihak DPRD untuk menggelontorkan anggaran baru.
Beberapa ruangan masih tampak kosong. Sayang, harus menunggu anggaran tahun berikut. Untuk memperoleh anggaran, tentu saja pihak penentu kebijakan harus tahu museum.Â
Kalau tidak tahu museum, bisa jadi dianggap hanya membuang-buang  anggaran. Padahal, museum menggambarkan wajah peradaban sebuah daerah. Masyarakat akan bangga kalau daerahnya pernah besar lewat museum.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H