Dari Museum Cakraningrat, Bangkalan, siang itu juga Rabu 12 September 2018, saya menuju Museum Mandhilaras di Pamekasan. Lumayan juga perjalanan, sekitar dua jam lamanya. Museum Mandhilaras terletak di Jalan Cokroaminoto. Untuk menuju museum ini, kita harus masuk ke dalam sekitar 20 meter. Nama Museum Mandhilaras terpampang kecil di tepi jalan raya dan di bangunan museum. Â
Saya tidak menyangka itu museum karena beberapa orang sedang menonton televisi di ruang tengah. Ternyata setelah masuk, barulah terlihat sejumlah lemari dan koleksi.
Masuk ke bagian kiri ada beberapa lemari pajangan. Mainan tradisional dari daun kelapa terlihat beberapa buah. Di lemari lain terlihat sejumlah uang logam dan uang kertas. Uang-uang tersebut sudah tidak berlaku lagi di pasaran. Sayang, tidak ada yang istimewa dari koleksi-koleksi tersebut. Asal ada koleksi numismatik, pasti begitu alasan pengelola museum.
Ada sejumlah senjata tradisional keris dalam lemari lain. Di dalam museum juga tersimpan batik terpanjang, sekitar 1.350 meter. Karena panjangnya, batik itu pernah mendapatkan rekor MURI. Menurut info, batik tersebut dikerjakan oleh 1.000 perempuan pembatik.
Pada bagian kanan terlihat sejumlah koleksi naskah kuno, kereta kencana, dan fosil hewan. Benda-benda lain umumnya buatan baru, seperti nyiru, anglo, lukisan, dan perlengkapan karapan sapi. Boleh dibilang koleksi Museum Mandhilaras sangat minim. Pasti karena kurang perhatian dari pemerintah setempat.
Museum Mandhilaras diresmikan pada 18 Maret 2010. Kehadirannya bersamaan dengan berdirinya Dinas Pemuda, Olahraga, dan Kebudayaan (Disporabud) Kabupaten Pamekasan. Dalam struktur organisasi bidang kebudayaan ada dua seksi, yakni Seksi Kesenian dan Nilai-nilai Sejarah serta Seksi Pemeliharaan dan Pelestarian Kepurbakalaan. Seksi yang kedua itulah yang mengurusi museum.
Dalam salah tulisan di laman eastjava.com, pihak Disporabud mengakui Museum Mandhilaras masih jauh dari sempurna untuk disebut sebagai museum. Ini mengingat beberapa hal, antara lain gedung yang digunakan masih kecil, SDM museum belum ada, pengadaan koleksi terganjal faktor kebijakan internal, Â dan prasarana lain.
Museum itu dinamakan Mandhilaras karena mengambil dari sejarah kebesaran yang ada di Kabupaten Pamekasan. Pada abad ke-16 Panembahan Ronggosukowati mulai memindahkan pusat pemerintahan dari Keraton Labangan Daja ke Keraton Mandhilaras.
Sebenarnya jika museum dikelola dengan baik, banyak dampak positif yang dihasilkan, misalnya sebagai bahan edukasi bagi masyarakat untuk mengenal sejarah. Lebih dari itu, bisa menjadi obyek wisata sejarah sehingga menghasilkan PAD lumayan besar.Â
Kekurangan koleksi amat terasa. Inilah yang memicu minimnya pengunjung. Kalau saja ada cerita tentang karapan sapi, pastilah masyarakat akan puas. Bukankah karapan sapi sudah begitu populer?
Kalau Museum Mandhilaras mau maju tentu harus ada perubahan dan dukungan dari pemkab Pamekasan. Buatlah semacam UPTD museum, sehingga museum tidak mendompleng pada dinas terkait.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H