Saya tanya ke seorang pemandu, bagaimana merawat benda-benda koleksi ini. Menurutnya, museum dibantu tenaga dari Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur di Trowulan. Â
Nah, ini masalahnya. Mengapa museum tidak memiliki tenaga sendiri? Memang, demi penghematan boleh-boleh saja. Beberapa koleksi mebel tampak terbengkalai karena kondisinya memprihatinkan. Saya yakin, dana APBD Museum Cakraningrat sangat kecil. Museum masih dipandang harus mendatangkan Penerimaan Asli Daerah (PAD). Yah mana mungkin karena museum bersifat benefit (manfaat), bukan profit (keuntungan).
Museum Cakraningrat berada di bawah pengelolaan Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata. Ini juga kendala karena museum tidak berdiri sendiri. Biasanya kepala museum dijabat oleh Kepala Seksi Kebudayaan, Kepala Seksi Pariwisata, Kepala Seksi Sejarah dan Purbakala, atau apa pun namanya.
Itulah kekurangan museum yang dikelola dinas. Beberapa rekan pernah mengeluh karena museum digabung dengan taman budaya. Beberapa rekan di Jakarta pun sering ngedumel karena surat yang dikirim untuk museum justru sampainya ke dinas. Yang diundang orang museum, yang datang malah orang dinas yang gak ngerti masalah.
Sebaiknya Kementerian Dalam Negeri memberikan perhatian penuh. Sudah saatnya museum-museum yang dikelola pemprov, pemkab, atau pemkot memperoleh status khusus. Bisa Unit Pengelola (UP) seperti di Jakarta atau Unit Pelaksana Teknis (UPT) dan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) sebagaimana di luar Jakarta.
Dalam hal jumlah museum, kita ketinggalan jauh dari banyak negara. Jadi setiap daerah harus didorong untuk mendirikan museum. Apalagi museum merupakan etalase negara dan etalase daerah sehingga setiap warga masyarakat akan mencari informasi dari museum. Jadikan museum sebagai kebanggaan daerah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H