Para peserta yang mendaftar lewat google form sungguh antusias mendengar paparan Ibu Naniek. Dari daftar hadir terlihat para peserta berprofesi guru, pelajar, pramuka, mahasiswa, karyawan swasta, pegawai negeri sipil, dan wiraswasta. "Saya datang dari jauh, dari Purwakarta. Saya bersama isteri dan anak saya," kata seorang bapak. Bapak itu sempat menjawab beberapa pertanyaan dari Ibu Naniek. Dengan demikian, ia memperoleh cendera mata dari panitia.
Banyak peserta mengemukakan keingintahuan mereka lewat pertanyaan. Misalnya tentang murah dan mahalnya harga koleksi, tentang pengenalan keramik untuk murid-murid sekolah, dan tentang peranan museum. Peserta yang aktif diberi cendera mata mug atau payung, bahkan buku, oleh Museum Seni Rupa dan Keramik. Hadiah khusus diberikan oleh Unit Pengelola Museum Seni, yang membawahi Museum Seni Rupa dan Keramik, berupa belajar gratis keramik dan membatik.
"Saya dapat ilmu banyak," kata Adit, mahasiswa Universitas Pertahanan dari Bogor. Komunitas memang menjadi jembatan antara institusi dengan masyarakat awam. "Pokoknya saya selalu pantengin media sosial KPBMI. Begitu ada kegiatan saya langsung daftar," kata seorang peserta.
Siappp...komunitas akan selalu memberi hidup kepada museum dan arkeologi, bahkan lebih luas sesuai minat KPBMI, yakni Sepurmudaya (sejarah, purbakala, museum, budaya) lewat kegiatan edukasi mendalam. Sinergitas komunitas dengan museum jelas amat diperlukan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H