"Alergi" kepada Tionghoa terus berlanjut. Ketika Slametmuljana menulis buku yang mengatakan para wali merupakan orang Tionghoa, timbul kontroversi. Bahkan bukunya pernah dilarang pemerintah Orde Baru.
Hubungan Tionghoa dengan Nusantara sebenarnya sudah tercatat dalam laporan Yijing (baca: Icing) abad ke-7. Menurut Restu, pengaruh Tionghoa sangat kuat dalam peradaban selatan. Ini terlihat dari nama Laut Tiongkok Selatan.
Selama masa revolusi, kata Restu, orang-orang Tionghoa berperan dalam pola perdagangan unik, yaitu pasar gelap. Mereka melakukan bisnis emas hitam atau opium. Opium itu berasal dari Persia dan Turki. Setelah diolah, dibawa ke luar negeri lagi lewat Yogyakarta. Opium itu dibarter dengan senjata dan hasil bumi. Â Dalam hal ini tentu saja para pedagang Tionghoa bekerja sama dengan pejuang republik.
Salah seorang Tionghoa yang dikenal sebagai raja penyelundup adalah Laksamana John Lie. Ia mampu menembus blokade Belanda. Karena keberanian dan jasa buat pemerintah Indonesia, John Lie diangkat jadi pahlawan nasional.
Christianto Wibisono menyoroti masalah penguasa dan pengusaha. Soeharto dikatakan berkolaborasi dengan Liem Sioe Liong dan Bob Hasan. Lalu Benny Moerdani dengan William Soerjadjaja dan Ali Sadikin dengan Jan Darmadi.
Christianto juga mengatakan hingga saat ini ada sejumlah menteri yang berasal dari etnis Tionghoa, antara lain Tan Po Gwan, Siaw Giok Tjhan, Oey Eng Die, Oey Tjoe Tat, Bob Hasan, Kwik Kian Gie, Marie E. Pangestu, dan Ignasius Jonan.
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H