Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Edukasi Artikel Utama

Pameran, Bedah Buku, dan Wacana Beasiswa di Museum Kepresidenan

21 Mei 2018   13:15 Diperbarui: 21 Mei 2018   20:01 2458
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ikon SUGBK (kiri) dan maskot Asian Games 2018 (kanan)/Dokpri

Maskot Asian Games 2018, yaitu Bhin Bhin, Kaka, dan Atung ikut dipamerkan. Bhin Bhin berupa burung cenderawasih, Kaka berupa badak bercula satu, dan Atung berupa rusa Bawean.

Pernak-pernik Asian Games 1962, seperti prangko juga ada dalam pameran. Ada lagi arsip pidato Presiden Sukarno sebanyak tiga lembar ketikan. Film tentang pembukaan Asian Games 1962 ikut diputar. Yang ini hasil kerja sama dengan Arsip Nasional Republik Indonesia.

Ikon SUGBK (kiri) dan maskot Asian Games 2018 (kanan)/Dokpri
Ikon SUGBK (kiri) dan maskot Asian Games 2018 (kanan)/Dokpri
Bedah buku

Seusai melihat-lihat pameran, para undangan diajak mengikuti bedah buku. Buku yang dibahas berjudul Presiden Republik Indonesia 1945-2014. Sesuai jangka waktu itu, buku tersebut baru memuat kisah enam presiden, yakni Sukarno, Suharto, B.J. Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati, dan Susilo Bambang Yudhoyono. 

Para pembicara dalam bedah buku adalah Sekretaris Umum Masyarakat Sejarawan Indonesia, Restu Gunawan dan Ketua Persatuan Penulis Indonesia (Satupena) Nasir Tamara. Kegiatan itu dimoderatori Kenedi Nurhan, wartawan Kompas.

Restu Gunawan dan Nasir Tamara memaparkan kiprah keenam presiden. Tentu saja dari sisi positif mereka. Dari keenam presiden, tergambar hanya Sukarno yang pernah dipenjara. Namun bukan karena kasus korupsi atau tindakan kriminal lain, melainkan karena melawan kolonialisme.  

Dirjenbud Hilmar Farid mendapat penjelasan dari Yuke Ardhiati (Dokpri)
Dirjenbud Hilmar Farid mendapat penjelasan dari Yuke Ardhiati (Dokpri)
Ada wacana menarik dikemukakan Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid, di akhir acara bedah buku. Hilmar mengharapkan Perpustakaan Museum Kepresidenan bisa secara luas diakses masyarakat umum sebagaimana Perpustakaan Kepresidenan di AS. Diharapkan nantinya ada sumbangan buku-buku terkait dari penerbit-penerbit Indonesia.

Bahkan direncanakan Museum Kepresidenan akan memberikan beasiswa kepada masyarakat. Lewat beasiswa mereka memanfaatkan perpustakaan museum untuk menulis buku. Semoga gagasan Pak Dirjen itu akan menggerakkan dunia literasi.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Edukasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun