Diawali buka puasa bersama pada Sabtu, 19 Mei 2018, Museum Kebangkitan Nasional mengadakan serangkaian acara untuk mengenang 110 tahun Kebangkitan Nasional. Hari Kebangkitan Nasional berdasarkan pendirian organisasi kebangsaan oleh pemuda-pemuda Indonesia, yakni Boedi Oetomo atau Budi Utomo pada 20 Mei 1908. Para pemuda itu merupakan pelajar sekolah kedokteran yang disebut STOVIA.
Sejak 1984 Gedung STOVIA di Jalan Abdul Rahman Saleh No. 26 berubah menjadi Museum Kebangkitan Nasional. Di tempat inilah benih-benih mencapai kemerdekaan Indonesia mulai tertanam. Setelah Budi Utomo, gerakan menuju Indonesia merdeka mulai didengungkan organisasi-organisasi kebangsaan lain.
Sabtu malam itu banyak undangan hadir di Museum Kebangkitan Nasional. Kebanyakan para generasi milenial, seperti pelajar, mahasiswa, komunitas, dan pramuka. Para narasumber kegiatan malam renungan adalah Rushdy Hoesein, Judi Wahjudin, dan Harsono.
Sebenarnya Rushdy Hoesein seorang dokter. Namun ia aktif mempelajari sejarah, terlebih sejarah kedokteran di Nusantara. Ia bercerita soal dokter tempo dulu yang berkeliling dengan dokar untuk menolong masyarakat, terutama untuk memberi vaksin kepada para balita.
Arkeolog Judi Wahjudin memberi gambaran bagaimana bangunan bersejarah ini menjadi bangunan cagar budaya. Dengan demikian keberadaan bangunan ini dilindungi undang-undang. "Para pemuda sekarang harus mengambil nilai perjuangan dari para pemuda tempo dulu," begitu kata Judi.
Ustad Harsono pada sesi berikutnya mengatakan dulu para pemuda berjuang bersama untuk mendirikan negara Indonesia tanpa mempermasalahkan etnis dan agama. Hal tersebut patut dicontoh generasi masa sekarang yang semakin gaduh, terutama dengan adanya media sosial.
Malam renungan berlangsung hingga pukul 22.00. Mumpung malam Minggu, banyak peserta terutama dari pramuka dan komunitas, menginap di dalam museum. Pihak museum memang menyediakan beberapa ruangan di sana.
Banyak peserta menginap di museum karena esok paginya, Minggu, 20 Mei 2018, diadakan upacara Hari Kebangkitan Nasional. Jelajah tengah malam dilakukan banyak peserta, terutama komunitas. Melihat-lihat koleksi museum dan berdiskusi, menjadi keasyikan tersendiri.
Sampai pukul 01.00 masih banyak peserta belum tidur. Maklum, mereka menunggu waktu sahur. Kalaupun ada yang memejamkan mata, paling-paling cuma tidur ayam. Gampang terbangun.
Upacara Hari Kebangkitan Nasional diikuti berbagai golongan, seperti pelajar, mahasiswa, komunitas, pegawai, banser, Â dokter, dan keluarga tokoh Budi Utomo. Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid, menjadi pembina upacara. Upacara Hari Kebangkitan Nasional merupakan acara rutin tahunan yang diselenggarakan oleh Museum Kebangkitan Nasional.
Pembukaan pameran diselenggarakan setelah upacara. Berbagai informasi tentang organisasi Budi Utomo dan tokoh-tokohnya ada di sana. Selain panel informasi, ada juga beberapa benda yang dulunya menjadi koleksi Museum Kesehatan. Seingat saya Museum Kebangkitan Nasional merupakan merger dari Museum Kesehatan, Museum Wanita, dan Museum Pers. Museum-museum tersebut tadinya menempati ruangan terpisah di gedung sekarang.
Acara puncak berupa Festival Museum Kebangkitan Nasional. Kegiatan ini tampil mulai pukul 14.00. Berbagai lomba dan kontes ada di festival itu, yakni lomba paduan suara, kompetisi film pendek, lomba sketsa, kompetisi swafoto, permainan, dan bazar ramadhan. Bahkan dilengkapi cenderamata gratis, doorprize, dan photo booth.
Kalau melihat sejarahnya, dulu museum menjadi tempat mengumpulkan koleksi. Kemudian orientasinya berubah menjadi tempat informasi. Sayang di mata generasi milenial, museum hanya menjadi tempat berselfi ria. Semoga ada gotong royong dalam upaya memperkenalkan museum kepada masyarakat. Dengan kerja sama berbagai pihak, pasti museum akan menjadi tempat yang menyenangkan dan banyak dikunjungi orang sebagaimana mal.*** Â
 Â
 Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H