Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Komentar Wakil Presiden perihal Bangunan Cagar Budaya Menuai Protes Netizen

17 Januari 2018   12:42 Diperbarui: 18 Januari 2018   11:49 2057
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi terakhir Rumah Cimanggis Januari 2018 (Foto: Depok Heritage Community)

Selasa, 16 Januari 2018 saya membaca beberapa postingandi Facebook. Salah satunya tentang Rumah Cimanggis. Postingan menjadi menarik karena komentar Wakil Presiden, Bapak Jusuf Kalla, yakni "Rumah Cimanggis Milik Penjajah Korup, Masak Mau Jadi Situs?" Beberapa media juga membuat judul yang mirip.

Saya coba cari tahu tentang Rumah Cimanggis lewat buku Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta karangan A. Heuken. Disebutkan, Rumah Cimanggis terdapat dalam kompleks Radio Republik Indonesia (RRI). Rumah itu dibangun pada 1775-1778 oleh David J. Smith.

Menurut Heuken, dari sudut arsitektur Rumah Cimanggis merupakan contoh baik rumah tuan tanah abad ke-18 dengan atap yang tinggi lebar. "Rumah Cimanggis sepantasnya dipelihara sebaik-baiknya, karena tinggal dua-tiga rumah saja yang pernah berperan sebagai pusat usaha membuka hutan antara Jakarta dan Bogor pada abad ke-18," kata Heuken (halaman 294).

Ruangan dalam Rumah Cimanggis awal abad ke-20 (Foto: Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta)
Ruangan dalam Rumah Cimanggis awal abad ke-20 (Foto: Tempat-tempat Bersejarah di Jakarta)
Kampus
Rumah Cimanggis menjadi perhatian para pemerhati sejarah dan budaya karena di areal tersebut akan berdiri kampus Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII). Ada desakan agar Rumah Cimanggis diselamatkan karena pernah dihuni oleh Gubernur Jenderal VOC Petrus Albertus van der Parra.

Yang menjadi perhatian netizen adalah komentar Pak JK. Antara lain, "Tidak ada yang pantas dibanggakan dari bekas bangunan rumah tersebut. Rumah itu rumah istri kedua dari penjajah yang korup. Masak situs itu harus ditonjolkan".

Sontak banyak komentar bermunculan. "Ngga kebayang kalau ada yang berpendapat dengan pola pikir seperti itu," kata seorang Facebooker.

"Laaaah kok gitu sih ngomongnya. Gak ada hubungan sama pejabat koruptor, tapi yang dilihat peninggalan budayanya," kata Facebooker lain.

Komentar Facebooker lain demikian, "Pak JK kalo pulang ke Makassar lihat Benteng Rotterdam ga? Itu yang buat penjajah korup loh. Mo dirubuhin juga?"

Nah ada lagi yang nimbrung. "Kalau menurut saya kata kuncinya 'korup'nya itu, bukan penjajahnya. Lah wong di LIPI juga banyak peninggalan kolonial dirawat dengan baik," kata seorang staf LIPI.

Prof. Mundardjito ikut memberikan komentar, "Pak JK tidak paham arti pelestarian".

Seorang arkeolog ikut menimpali, "Bapak pimpinan di negara ini musti belajar banyak hal. Karena Pak JK yang memimpin negara ini, maka harus tau apa isi semua di dalamnya. Sebagai yang tau, wajib untuk kasih tau. Masalahnya, mau gak orangnya membuka pikiran untuk dikasih tau".

Arkeolog dari Makassar pun ikut berkomentar. "Pikun atau tidak, tetap serakah. Bangunan di Brawijaya sudah dia ubah jadi rumah gedung," katanya. Rumah itu bekas rumah instansi bank. Lokasinya deretan depan Pangudi Luhur.

Pembongkaran Pasar Cinde Palembang September 2017 lalu (Foto: kompas.id)
Pembongkaran Pasar Cinde Palembang September 2017 lalu (Foto: kompas.id)
Tugas arkeolog
Diskusi masih berlanjut di dinding sebelah. Kata seorang arkeolog, ada dua tugas yang harus dilakukan arkeolog terkait berita JK tersebut. Pertama, menjelaskan secara konseptual atau analisis kenapa pikiran JK bisa muncul. Dalam hal ini, arkeolog harus menguasai teori poskolonial. Kedua, melakukan advokasi publik untuk menjelaskan kenapa pemikiran seperti JK itu salah kaprah dalam konteks kebijakan cagar budaya.

Tentang cagar budaya ada komentar menarik yang pantas disimak. "Harusnya kan, mau peninggalan rajakah, penjahatkah, pengemiskah, atau penjajahkah, jika kaya akan nilai sejarah, maka harus dipugar. Ini agar menjadi saksi sejarah yang bercerita banyak akan kisah di masanya. Dengan demikian kita semua dapat mengetahui dan merasakan bagaimana kisah berjalan pada masa tersebut," demikian komentarnya.

"Dari sisi arsitektur bangunannya saja, ini luar biasa kisahnya. Apalagi kalau kita bisa merasakan denyut kehidupan di dalam bangunan dan sekitarnya pada masa itu," tambah yang lain.

Nah, ada seorang yang berkomentar soal Undang-undang Cagar Budaya 2010. Kata dia, kalau tidak sepakat dengan isi Undang-undang Cagar Budaya, kalau masa lalu dianggap tidak penting, hanya masa depan yang penting, ajukan saja judicial review ke MA agar UU itu dicabut. Lalu mari sama-sama kita hancurkan semuanya, termasuk Istana Negara. Wapres kok mikirnya aneh.

Menangani cagar budaya memang sulit. Kita harus berhadapan dengan penguasa, seperti halnya perobohan Pasar Cinde di Palembang untuk digantikan mal. Dalam hal ini Undang-undang Cagar Budaya seperti mandul. Ada juga yang berhadapan dengan pihak militer atau kepolisian, contohnya benteng kuno.

Bahkan ada yang berhadapan dengan masyarakat karena banyak benda arkeologi masih terpendam di pekarangan warga. Atau banyak bangunan kuno masih difungsikan oleh pemiliknya. Perlu diketahui, kita mengenal monumen mati (misalnya candi) dan monumen hidup (misalnya gereja, masjid, dan keraton).

Yang paling sulit adalah menangani benda-benda kuno dari dalam laut. Kita masih memiliki sedikit SDM. Peralatan pun masih minim.

Sejak beberapa tahun lalu mulai ada program pelibatan publik. Dalam hal ini banyak komunitas pelestari sejarah dan budaya ikut berperan aktif. Semoga ke depan memberi hasil positif.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun