Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Komentar Wakil Presiden perihal Bangunan Cagar Budaya Menuai Protes Netizen

17 Januari 2018   12:42 Diperbarui: 18 Januari 2018   11:49 2057
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi terakhir Rumah Cimanggis Januari 2018 (Foto: Depok Heritage Community)

Arkeolog dari Makassar pun ikut berkomentar. "Pikun atau tidak, tetap serakah. Bangunan di Brawijaya sudah dia ubah jadi rumah gedung," katanya. Rumah itu bekas rumah instansi bank. Lokasinya deretan depan Pangudi Luhur.

Pembongkaran Pasar Cinde Palembang September 2017 lalu (Foto: kompas.id)
Pembongkaran Pasar Cinde Palembang September 2017 lalu (Foto: kompas.id)
Tugas arkeolog
Diskusi masih berlanjut di dinding sebelah. Kata seorang arkeolog, ada dua tugas yang harus dilakukan arkeolog terkait berita JK tersebut. Pertama, menjelaskan secara konseptual atau analisis kenapa pikiran JK bisa muncul. Dalam hal ini, arkeolog harus menguasai teori poskolonial. Kedua, melakukan advokasi publik untuk menjelaskan kenapa pemikiran seperti JK itu salah kaprah dalam konteks kebijakan cagar budaya.

Tentang cagar budaya ada komentar menarik yang pantas disimak. "Harusnya kan, mau peninggalan rajakah, penjahatkah, pengemiskah, atau penjajahkah, jika kaya akan nilai sejarah, maka harus dipugar. Ini agar menjadi saksi sejarah yang bercerita banyak akan kisah di masanya. Dengan demikian kita semua dapat mengetahui dan merasakan bagaimana kisah berjalan pada masa tersebut," demikian komentarnya.

"Dari sisi arsitektur bangunannya saja, ini luar biasa kisahnya. Apalagi kalau kita bisa merasakan denyut kehidupan di dalam bangunan dan sekitarnya pada masa itu," tambah yang lain.

Nah, ada seorang yang berkomentar soal Undang-undang Cagar Budaya 2010. Kata dia, kalau tidak sepakat dengan isi Undang-undang Cagar Budaya, kalau masa lalu dianggap tidak penting, hanya masa depan yang penting, ajukan saja judicial review ke MA agar UU itu dicabut. Lalu mari sama-sama kita hancurkan semuanya, termasuk Istana Negara. Wapres kok mikirnya aneh.

Menangani cagar budaya memang sulit. Kita harus berhadapan dengan penguasa, seperti halnya perobohan Pasar Cinde di Palembang untuk digantikan mal. Dalam hal ini Undang-undang Cagar Budaya seperti mandul. Ada juga yang berhadapan dengan pihak militer atau kepolisian, contohnya benteng kuno.

Bahkan ada yang berhadapan dengan masyarakat karena banyak benda arkeologi masih terpendam di pekarangan warga. Atau banyak bangunan kuno masih difungsikan oleh pemiliknya. Perlu diketahui, kita mengenal monumen mati (misalnya candi) dan monumen hidup (misalnya gereja, masjid, dan keraton).

Yang paling sulit adalah menangani benda-benda kuno dari dalam laut. Kita masih memiliki sedikit SDM. Peralatan pun masih minim.

Sejak beberapa tahun lalu mulai ada program pelibatan publik. Dalam hal ini banyak komunitas pelestari sejarah dan budaya ikut berperan aktif. Semoga ke depan memberi hasil positif.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun