Dari kompleks bangunan purbakala, tepatnya candi, kita memiliki dua arca kuno yang dikenal sebagai Prajnaparamita. Prajnaparamita merupakan dewi Kebijaksanaan Tertinggi dalam agama Buddha Mahayana dan Vajrasana. Juga merupakan perwujudan Prajnaparamita Sutra yang sangat penting bagi para ahli pemikir dari aliran filsafat Madhyamika dan Yogacara. Begitu kata Hariani Santiko, pensiunan Guru Besar Arkeologi UI, dalam Jurnal Museum Nasional Prajnaparamita, Edisi 05/2017.
Arca Prajnaparamita yang pertama dikenal berasal dari kompleks Candi Singasari, Malang. Kemungkinan berasal dari Candi Cungkup Puteri atau Candi Wayang atau Candi E, di arah tenggara Candi Singasari yang ada sekarang. Arca itu ditemukan pada 1820.
Endang Sri Hardiati dalam buku Kekunaan Singhasari (Museum Nasional, 2013), menulis demikian, "Asisten Residen di Malang, Monnerau, memberikan arca Prajnaparamita kepada Prof. C.G.C. Reinwardt. Selanjutnya Reinwardt membawanya ke Belanda pada 1822". Pada 1978 arca Prajnaparamita dikembalikan ke Indonesia. Saat ini menjadi salah satu koleksi adikarya Museum Nasional di Jakarta.
Arca Prajnaparamita dari Singasari terbuat dari batu. Cirinya antara lain tinggi 1,36 meter, duduk bersila di atas padmasana(tempat duduk berupa teratai), dan kedua tangannya bersikap dharmacakramudra (bermakna memutar roda hukum).
Setangkai bunga teratai melilit lengan kirinya. Ragam hias tangkai teratai merupakan ciri kesenian Singasari.
Arca Prajnaparamita dari Candi Gumpung memiliki ciri-ciri seperti arca dari Singasari itu. Sangat disayangkan kepala dan kedua tangan di atas siku telah hilang. Yang membedakan keduanya hanya sandaran.
Arca dari Singasari memiliki sandaran, sementara arca dari Muaro Jambi tidak memiliki sandaran sehingga detail ukiran pada bagian belakang terlihat jelas.
Sulit memastikan mengapa ada bagian-bagian arca yang hilang. Kemungkinan terkena cangkul atau benda keras dari logam oleh penggarap tanah.
Tafsiran lain bagian kepala dipenggal oleh tangan-tangan jahil demi motif ekonomi. Bisa juga sengaja dirusak oleh masyarakat masa kemudian karena dianggap berhala.
Meskipun berujud kurang sempurna, namun arca Prajnaparamita dari Candi Gumpung menjadi salah satu objek terpilih yang dipamerkan di Festival Europalia, Belgia. Pameran telah berlangsung Oktober 2017 lalu. Direncanakan berakhir pada pertengahan Januari 2018.
Mengingat bentuknya tergolong luar biasa dan gaya seninya sangat tinggi, pihak Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi telah membuat replika arca itu. "Kami membuat dua buah," kata Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi, M. Ramli.
Diharapkan dengan dipamerkannya arca Prajnaparamita di ajang Festival Europalia, bisa lebih memperkenalkan ragam budaya Indonesia kepada masyarakat dunia, khususnya di Eropa.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H