Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Zaman Dulu, Genta Kalasan untuk Mengusir Roh Jahat

6 November 2017   19:59 Diperbarui: 6 November 2017   20:06 1688
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini, 6 November 2017, Museum Sonobudoyo di Yogyakarta berulang tahun. Museum ini termasuk cukup tua. Keberadaannya dimulai sebelum masa kemerdekaan. Dilihat dari kelengkapan koleksi, Museum Sonobudoyo berada pada peringkat kedua di bawah Museum Nasional Jakarta.

Keberadaan Museum Sonobudoyo erat berhubungan dengan sebuah yayasan masa Kolonial bernama Java Instituut.  Sebenarnya Java Instituut berdiri di Surakarta pada 1919 berdasarkan rekomendasi Kongres Kebudayaan I pada 1918. Penggagasnya Pangeran Prangwadono (Mangkunegoro VII).

Dalam keputusan kongres 1924, Java Instituut akan mendirikan sebuah museum di Yogyakarta. Pada 1929 mulai dilakukan pengumpulan data kebudayaan dari daerah Jawa, Madura, Bali, dan Lombok. Museum Sonobudoyo diresmikan pada 6 November 1935 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VIII ditandai candrasengkala "Kayu Winayang Ing Brahmana Budha".

Majalah Djawa dan Museum Sonobudoyo

Java Instituut pernah mengeluarkan penerbitan bergengsi. Namanya Majalah Djawa. Majalah ini sering dijadikan referensi oleh para sarjana dan intelektual pada masa kemudian. Sayang majalah berbahasa Belanda ini terhenti penerbitannya bersamaan dengan runtuhnya kekuasaan Nederlandsch-Indie.

Museum Sonobudoto (Foto: sonobudoyo.com)
Museum Sonobudoto (Foto: sonobudoyo.com)
Demikian pula dengan Majalah Museum Sonobudoyo. Menurut buku Sejarah Permuseuman di Indonesia (2013), pada masa 1950-an dan 1960-an majalah ini sangat populer. Namun pada masa berikutnya, majalah ini mati karena ketiadaan dana. Selama masa Java Instituut (1935-1941) Museum Sonobudoyo pernah beberapa kali menyelenggarakan pameran.

Pada masa pendudukan Jepang Museum Sonobudoyo dikelola oleh Bupati Paniradyapati Wiyata Praja (Kantor Sosial bagian Pengajaran). Di zaman Kemerdekaan museum ini dikelola oleh Bupati Utorodyopati Budaya Prawito, yaitu jajaran pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.

Pada akhir 1974 Museum Sonobudoyo diserahkan ke Pemerintah Pusat melalui  Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Mulai Januari 2001 Museum Sonobudoyo bergabung  pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi DIY. Segera setelah itu  diusulkan menjadi UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah). Saat ini status berstatus museum negeri.

Beragam koleksi

Kalau mengacu kepada paradigma museum pada masa awal, koleksi Museum Sonobudoyo terdiri atas sepuluh jenis koleksi, yakni Geologika, Biologika, Etnografika, Arkeologi,  Numismatika/Heraldika, Historika, Filologika, Keramologika, Seni Rupa, dan Teknologika.

Koleksi Museum Sonobudoyo (Dokpri)
Koleksi Museum Sonobudoyo (Dokpri)
Koleksi rangka manusia dari masa prasejarah ada di depan bagian depan. Koleksi ini berada di lantai yang memakai kaca. Di bagian luar terdapat arca-arca batu. Jumlahnya cukup banyak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun