Hari ini, 6 November 2017, Museum Sonobudoyo di Yogyakarta berulang tahun. Museum ini termasuk cukup tua. Keberadaannya dimulai sebelum masa kemerdekaan. Dilihat dari kelengkapan koleksi, Museum Sonobudoyo berada pada peringkat kedua di bawah Museum Nasional Jakarta.
Keberadaan Museum Sonobudoyo erat berhubungan dengan sebuah yayasan masa Kolonial bernama Java Instituut. Â Sebenarnya Java Instituut berdiri di Surakarta pada 1919 berdasarkan rekomendasi Kongres Kebudayaan I pada 1918. Penggagasnya Pangeran Prangwadono (Mangkunegoro VII).
Dalam keputusan kongres 1924, Java Instituut akan mendirikan sebuah museum di Yogyakarta. Pada 1929 mulai dilakukan pengumpulan data kebudayaan dari daerah Jawa, Madura, Bali, dan Lombok. Museum Sonobudoyo diresmikan pada 6 November 1935 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VIII ditandai candrasengkala "Kayu Winayang Ing Brahmana Budha".
Majalah Djawa dan Museum Sonobudoyo
Java Instituut pernah mengeluarkan penerbitan bergengsi. Namanya Majalah Djawa. Majalah ini sering dijadikan referensi oleh para sarjana dan intelektual pada masa kemudian. Sayang majalah berbahasa Belanda ini terhenti penerbitannya bersamaan dengan runtuhnya kekuasaan Nederlandsch-Indie.
![Museum Sonobudoto (Foto: sonobudoyo.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/11/06/sonobudoyo-02-5a005bf2c226f90aaa053c52.jpg?t=o&v=770)
Pada masa pendudukan Jepang Museum Sonobudoyo dikelola oleh Bupati Paniradyapati Wiyata Praja (Kantor Sosial bagian Pengajaran). Di zaman Kemerdekaan museum ini dikelola oleh Bupati Utorodyopati Budaya Prawito, yaitu jajaran pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pada akhir 1974 Museum Sonobudoyo diserahkan ke Pemerintah Pusat melalui  Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Mulai Januari 2001 Museum Sonobudoyo bergabung  pada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi DIY. Segera setelah itu  diusulkan menjadi UPTD (Unit Pelaksana Teknis Daerah). Saat ini status berstatus museum negeri.
Beragam koleksi
Kalau mengacu kepada paradigma museum pada masa awal, koleksi Museum Sonobudoyo terdiri atas sepuluh jenis koleksi, yakni Geologika, Biologika, Etnografika, Arkeologi, Â Numismatika/Heraldika, Historika, Filologika, Keramologika, Seni Rupa, dan Teknologika.
![Koleksi Museum Sonobudoyo (Dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/11/06/sonobudoyo-lengkap-01-5a005c3b0d2d230a3f09ffa2.jpg?t=o&v=770)
Di bagian dalam terdapat koleksi-koleksi yang terbuat dari logam. Bisa dilihat antara lain genta kalasan, berupa genta gantung yang ditemukan pada 1972 dekat Candi Kalasan. Genta ini berfungsi untuk memanggil dewa dan mengusir roh jahat dalam upacara keagamaan. Ada lagi moko, sejenis alat musik pukul dari perunggu; dan patung kepala dewa dari perunggu berlapis emas. Koleksi lain berupa wayang, batik, lukisan, keramik, mata uang, topeng, dan senjata.
Pencurian
Nama Museum Sonobudoyo pernah dikenal luas pada 2010 lalu. Ketika itu terjadi pencurian beberapa koleksi emas dari museum ini. Kemungkinan sampai kini siapa pencuri dan di mana benda-benda itu berada, masih sulit terlacak. Semoga dengan partisipasi masyarakat, peristiwa negatif itu bisa terungkap.
Yang jelas, areal Museum Sonobudoyo cukup luas. Berbagai macam koleksi terpajang di sana. Bisa kita nikmati secara santai. Mungkin saja ada inspirasi. Bahkan pengunjung bisa mendapat pengetahuan atau motivasi dari sana.
![Koleksi di bagian luar (Dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2017/11/06/sonobudoyo-05-5a005c57516995054870b862.jpg?t=o&v=770)
Soal harga tiket masuk museum, dijamin murah deh, paling mahal Rp3.000, kecuali untuk wisatawan asing Rp5.000. Untuk pergelaran wayang dikenakan Rp20.000.
Museum Sonobudoyo beralamat Jalan Trikora No. 6, Yogyakarta, dengan nomor kontak 0274-385664 (telepon dan faksimili). Museum ini memiliki laman beralamat www.sonobudoyo.com.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI