Seni musik berkaitan erat dengan bunyi-bunyian, baik yang bersifat kultural (yang diciptakan oleh manusia) maupun yang bersifat alami. Pada dasarnya musik merupakan organisasi bunyi yang dihasilkan karena adanya kesepakatan antara si pencipta bunyi, si pemain alat yang menghasilkan bunyi, dan si pendengar melalui proses yang amat panjang. Dalam interaksi tersebut kemudian muncul parameter sebagai produk kultural.
Pengenalan seni musik di Nusantara diperkirakan telah berlangsung sejak masa prasejarah, yaitu pada masa mesolitik. Waktu itu masih dalam bentuk sederhana dan belum beragam. Hal ini tercermin dari lukisan di dinding-dinding goa yang menggambarkan pertempuran dan tarian.
Kita dapat mereka-reka bahwa pertempuran dan tarian itu, kemungkinan diiringi oleh musik atau bunyi-bunyian sederhana. Seni musik pada masa prasejarah, mulanya bukan ditujukan untuk sarana hiburan, tapi lebih banyak berkaitan dengan aktivitas ritual keagamaan dan peperangan.
Nekara
Bunyi-bunyian tertentu bagi masyarakat prasejarah yang umumnya menganut animisme, dipercaya dapat memanggil roh-roh leluhur dalam suatu upacara ritual keagamaan. Temuan arkeologis berupa nekara perunggu dari NTB dan moko dari NTT, diperkirakan sebagai sumber bunyi-bunyian yang mengiringi upacara ritual keagamaan pada masa Paleometalik, sekitar 2500 tahun yang lalu.Â
Musik yang paling awal dipastikan berasal dari bunyi-bunyian anggota tubuh manusia, seperti bersiul, berteriak, bertepuk tangan, dan menghentakkan kaki. Tradisi ini berkembang dan ada di seluruh Nusantara kuno, melewati masa ribuan tahun, sekitar 3500 SM sampai abad ke-5 Masehi. Sementara alat musik pertama kemungkinan dibuat dari potensi alam sekitar, misalnya sangkha, yakni terompet dari cangkang moluska.
Memasuki masa Hindu-Buddha (abad ke-5 hingga ke-15 Masehi), seni musik terus mengalami perkembangan, baik dari segi keanekaragaman alat musik maupun fungsi dari musik itu sendiri. Â Pada masa ini seni terbagi dua, yaitu kesenian yang berkembang di dalam tradisi sistem kerajaan (istana) dan kesenian yang berkembang di tengah-tengah masyarakat.Â
Pada Candi Borobudur, Candi Prambanan, dan pemandian Jalatunda di Jawa Timur, misalnya, dijumpai relief yang menggambarkan orang yang sedang memainkan alat musik, seperti gendang, seruling, dan lute (sejenis gitar). Beberapa relief candi juga menggambarkan  Kinnara, yaitu makhluk surga yang menyanyi sambil bermain musik untuk menghibur para dewa.
Penggambaran penggunaan alat musik masa Hindu-Buddha juga ditemukan pada arca perunggu dari Surocolo (Jawa Tengah). Arca Vamsa yang berupa seorang dewi, digambarkan sedang bermain seruling; arca Mukunda yang menggambarkan seorang dewi, sedang menabuh gendang berbentuk jam pasir (hourglass); arca Muraja yang menggambarkan seorang dewi, sedang menabuh tiga gendang kecil (mirip tabla); dan  arca Vajragiti atau Saraswati yang menggambarkan seorang dewi,  sedang memainkan harpa. Â
Sumber:
- Jaap Kunst. Hindu-Javanese Musical Instruments. The Hague -- Martinus Nijhoff, 1968.
- Katalog Pameran Keragaman Alat Musik Tradisional Nusantara "Harmoni Nusantara". Museum Nasional, 2010.
- Marwati Djoened Poesponegoro dkk. Sejarah Nasional Indonesia II. Jakarta: PN Balai Pustaka, 1984.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H