Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Dhani Punya Dewan Museum, Semoga Jakarta Tidak Lagi Menjadi "Kota Gila"

4 Juli 2017   21:42 Diperbarui: 6 Juli 2017   22:14 1121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua hari belakangan ini media sosial ramai memperbincangkan wacana pembentukan Dewan Museum yang dikemukakan musisi Ahmad Dhani, yang katanya, didukung Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Dewan Museum akan bekerja di bawah Gubernur DKI Jakarta terpilih Anies-Sandi. "Dewan Museum akan menjadikan Jakarta menjadi kota museum di Indonesia karena selama ini belum ada kota museum di Indonesia," demikian Dhani sebagaimana dimuat detik.com.

Lebih lanjut Dhani berujar, "Dewan Museum tentunya isinya pakarnyalah, ahli-ahli dalam dunia kemuseumanlah. Saya sama Fadli Zon adalah orang yang paling ahli di Jakarta dalam urusan museum".

Masih menurut detik.com, Dhani mengatakan, "Kalau musik banyak yang bisa, tarian banyak yang bisa. Kalau museum cuma saya dan Fadli yang bisa. Sama Kota Batu aja kalah".

Dikabarkan Dhani masuk menjadi salah satu anggota tim kerja wisata dan budaya Jakarta. Menurutnya selama ini pelestarian budaya dan pengembangan wisata di Jakarta belum terlalu bagus.

Museologi
Banyak komentar di media sosial rata-rata bernada negatif. Mereka tidak yakin kalau Dhani ahli museum. "Kita banyak lulusan Museologi (ilmu permuseuman), harusnya mereka dilibatkan," begitu komentar terbanyak.

Dhani pasti belum tahu. Di Jakarta memang banyak museum. Ada 60-an museum, terdiri atas museum yang dikelola pemerintah pusat, museum yang dikelola Pemprov DKI Jakarta, museum yang dikelola institusi pemerintah/BUMN, museum swasta, dan museum pribadi. Pemprov DKI Jakarta sendiri hanya memiliki sembilan museum, yakni Museum Sejarah Jakarta (Museum Fatahillah), Museum Wayang, Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum Bahari, Museum Onrust, Museum Taman Prasasti, Museum Juang, Museum Tekstil, dan Museum M. H. Thamrin.

Mayoritas museum justru bukan menjadi tanggung jawab Pemprov DKI Jakarta. Namun kalau Pemprov DKI Jakarta mau membantu museum-museum itu tentu akan diapresiasi mereka.

Pengunjung yang kurang terkontrol (Dokpri)
Pengunjung yang kurang terkontrol (Dokpri)
Dhani juga pasti belum tahu kalau museum yang baik, menurut ICOM (Dewan Museum Internasional), harus bermanfaat untuk edukasi, riset, dan rekreasi. Museum di Batu (Malang), menurut pandangan saya, baru dalam taraf rekreasi. Buat pengelola museum memang menggembirakan. Pengunjung banyak berarti pendapatan dari karcis masuk meningkat. Interior museum bagus sehingga mantap untuk berselfi ria. Namun apa yang diperoleh oleh pengunjung? Mungkin hanya kesan atau kepuasan museumnya bagus.

Pasti pengunjung belum mampu memperoleh informasi banyak tentang sebuah koleksi. Jantung sebuah museum adalah koleksi. Koleksi harus mampu bercerita banyak sehingga mencerdaskan masyarakat sekaligus mengundang keingintahuan masyarakat lain untuk melakukan riset terhadap koleksi tersebut.

Jadi mengapa harus ada Dewan Museum? Sebagaimana hasil diskusi Kelompok Pemerhati Budaya dan Museum Indonesia (KPBMI), di Jakarta banyak praktisi museum, akademisi, pakar, dan pemerhati museum yang berpengalaman. Mereka tergabung dalam organisasi profesi Asosiasi Museum Indonesia (AMI), khususnya AMIDA (AMI Daerah) Paramita Jaya (Perhimpunan Antar Museum di Jakarta Raya). Bahkan di tingkat pusat ada Subdirektorat Permuseuman di bawah Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Studi Banding
Yang saya tahu, para pengelola museum di bawah Pemprov DKI Jakarta pernah beberapa kali melakukan studi banding di mancanegara. Namun masalahnya, ketika mengajukan anggaran untuk membuat ini itu, misalnya gudang koleksi dan ruang edukasi, sebagaimana di negara yang dikunjungi, proposal yang diajukan ditolak oleh pejabat tertentu. Bukankah ini karena pejabat di atas kepala museum itu tidak tahu museum? Jelas buang-buang anggaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun