Kutil, begitu panggilan akrabnya, sempat berurusan dengan aparat keamanan. Pasalnya, ia dan timnya disangka sedang menggali harta karun. Meskipun ia memberikan penjelasan panjang lebar, namun tak digubris oleh aparat keamanan itu. Â Kutil bersama sejumlah temuan arkeologi, dibawa ke markas Koramil di Palembang
Hampir seharian Kutil ditahan. Akhirnya kesalahpahaman selesai. Tuduhan sebagai penggali liar untuk mencari harta karun jelas tidak terbukti. Mungkin inilah kejadian amat sangat langka. Seumur-umur baru ada peneliti arkeologi ditahan karena ketidaktahuan aparat. Ironisnya, banyak penggali liar sesungguhnya di banyak daerah justru masih berkeliaran tanpa tersentuh tangan-tangan aparat.
Nihil karena adat
Ekskavasi di wilayah Kalimantan pernah gagal total karena terganjal adat setempat yang masih kental. Bambang Sugiyanto dari Balai Arkeologi Kalimantan Selatan pernah mengalami hal yang tidak mengenakan itu.
Ternyata setelah sampai di sana, ada keluarga suku Dayak yang baru berkabung. Menurut aturan adat mereka, dalam waktu tujuh hari masyarakat tidak boleh melakukan aktivitas. Akhirnya karena jangka waktu penelitian cuma 14 hari, ekskavasi urung dilakukan. Hasilnya yah nihil. "Itulah pengalaman kami. Bayangkan pesawat udara adanya dua kali seminggu. Jadi kami harus menunggu lama untuk pulang," kata Bambang.
Berbagai daerah mempunyai karaktristik berbeda. Peneliti di Balai Arkeologi Maluku harus lewat sungai dan mendaki bukit untuk sampai ke lokasi penelitian. Butuh waktu berjam-jam tentunya.
Begitulah pengalaman para peneliti arkeologi. Bekerja untuk mengungkap masa lampau dengan berbagai kendala.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H