Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Untuk Menjadi Museum Ideal, Pejabat Harus Melek Museum

22 Mei 2017   06:25 Diperbarui: 22 Mei 2017   15:30 817
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adanya museum bermula dari kegemaran segelintir orang di Eropa untuk mengumpulkan benda-benda yang dipandang aneh, unik, indah, dan langka.  Tidak segan-segan mereka melintasi batas negaranya untuk memuaskan kegemaran tersebut.

Setelah terkumpul banyak, koleksi-koleksi tersebut ditempatkan dalam lemari-lemari khusus di dalam rumah mewah atau istana mereka. Mereka mengamati, mengagumi, bahkan memeras keterangan dari koleksi-koleksi tersebut. Belum puas dengan itu, antarkolektor saling bertukar kunjungan.

Itulah museum yang paling sederhana berupa ruang peragaan. Benih-benih museum muncul kemudian setelah mereka menyadari bahwa koleksi-koleksi tersebut perlu dirawat atau dibersihkan dan diperlihatkan kepada publik.

Museologi

Maka kemudian berkembanglah ilmu museologi yang bersifat interdisipliner. Mereka yang mendalami museologi harus mempelajari ilmu-ilmu arkeologi, sejarah, antropologi, kimia, seni, dan lain-lain.

Museum terus berubah ke arah yang lebih baik seiring perkembangan teknologi dan keinginan publik. Dulu museum hanya bertugas melestarikan peninggalan-peninggalan lama yang tidak ditemukan lagi pada masa kemudian. Namun selanjutnya museum berorientasi publik, artinya museum menyajikan informasi yang bermanfaat untuk menambah pengetahuan segala lapisan masyarakat. Bahkan dicanangkan menjadi lembaga yang bersifat kultural edukatif.

Museum Sang Nila Utama, Riau (Dokpri)
Museum Sang Nila Utama, Riau (Dokpri)
Karena berorientasi publik, seharusnya museum memenuhi keinginan publik. Selama ini justru kebalikannya, museumlah yang memaksa publik agar menerima konsep yang ditawarkan.  Banyak keluhan publik seperti museum itu kotor, gelap, menyeramkan, informasi minim, kurang fasilitas internet, tidak bersahabat, dan lain-lain menandakan bahwa museum masih memiliki kekurangan. Maka museum yang baik dan ideal harus memperbaiki kekurangan tersebut.

Selama ini kebanyakan museum dikelola oleh institusi pemerintah. Inilah yang menyebabkan pengelolaan museum tidak maksimal karena tergantung APBN/APBD.  Bekerja di museum pun dianggap orang buangan. Di berbagai daerah memang nama museum belum populer. Maka pejabat daerah yang pernah kena kasus hampir selalu dilempar ke instansi museum, istilahnya dimuseumkan.

Jeli dan strategi

Citra inilah yang menyebabkan nama museum tetap memudar. Di pihak lain museum dituntut menyumbang PAD yang lumayan besar. Sebaliknya, dana yang dikucurkan lewat APBD untuk memperbaiki museum relatif kecil. Sementara pusat hanya bisa memberikan bantuan dengan skala prioritas.

Di luar Jawa bahkan museum menjadi ‘anak tiri”. Beberapa pemda justru tidak mendukung perbaikan museum lewat APBD karena dianggap hanya membuang-buang uang. Untuk itulah kita perlu punya pemimpin yang melek museum, sekaligus mengerti sejarah dan budaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun