Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Museum Nasional, Dikenal sebagai Gedung Jodoh, Gedung Arca, dan Gedung Gajah

25 April 2017   06:09 Diperbarui: 27 April 2017   14:00 2380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagian dalam Gedung A Museum Nasional (Foto: Djulianto Susantio)

Selain itu ada sejumlah koleksi yang diperlakukan secara khusus. Koleksi-koleksi tersebut ditempatkan dalam ruangan koleksi khasanah dan koleksi keramik. Benda-benda yang dikategorikan koleksi khasanah adalah koleksi yang memiliki nilai khusus, seperti terbuat dari emas dan batu mulia atau benda yang memiliki arti khusus karena berfungsi sebagai regalia (berhubungan dengan kerajaan atau kesultanan).

Lain lagi koleksi keramik, yang diperlakukan secara khusus karena koleksi keramik Museum Nasional sudah sangat terkenal di dunia internasional. Bahkan berjumlah banyak, langka, indah, dan lengkap. Hal lain adalah karena keramik sudah memiliki tempat khusus di kalangan komunitas kolektor dan merupakan data arkeologi bertanggal mutlak sebagai ciri utama perdagangan internasional ketika itu.

Sejarah

Kalau kini Museum Nasional memiliki gedung mentereng, dulunya tak terbayangkan kalau beberapa kali pernah berpindah tempat. Sejarah Museum Nasional diawali ketika sekelompok cendekiawan mendirikan Bataviaasch Genootschaap van Kunsten en Wetenschappen, sebuah lembaga swasta untuk ilmu pengetahuan dan kesenian pada 24 April 1778. Salah seorang pendirinya JCM Radermacher menyumbangkan rumah di daerah Kota, koleksi, dan buku sebagai modal sebuah museum dan perpustakaan lembaga tersebut. Sayang rumah Radermacher di Jalan Kalibesar Barat belum terlacak hingga kini.

Arca Gajah di halaman muka museum (Foto: museumnasional.or.id)
Arca Gajah di halaman muka museum (Foto: museumnasional.or.id)
Pemerintah Inggris juga ikut memberikan dukungan penuh. Dengan bertambahnya koleksi pada awal abad ke-19 Gubernur Jendral Raffles membangun gedung baru di Jl. Majapahit yang diberi nama Literary Society. Sekarang gedung itu sudah terlanjur musnah oleh lahan parkir Gedung Sekretariat Negara.

Upaya membangun gedung museum yang permanen mulai dirumuskan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada 1862. Pada 1868 gedung baru yang berlokasi di Jl. Medan Merdeka Barat No. 12, Jakarta Pusat, itu diresmikan pemakaiannya. Gedung museum itu kemudian dikenal dengan nama Gedung Gajah atau Gedung Arca.

Disebut Gedung Gajah karena terdapat patung gajah yang terbuat dari perunggu, hadiah dari Raja Siam Chulalongkorn pada 1871 ketika berkunjung ke Batavia. Nama Gedung Gajah masih lekat hingga sekarang di mata masyarakat. Kemudian disebut Gedung Arca karena di dalamnya tersimpan berbagai jenis dan bentuk arca yang berasal dari berbagai bahan dan kurun waktu.

Mungkin sudah terlupakan kalau gedung ini pun pernah mendapat julukan Gedung Jodoh, karena sebelum banyaknya objek pariwisata di wilayah Jakarta, gedung museum selalu dimanfaatkan untuk berpacaran kaum muda-mudi.

Sejarah juga mencatat bahwa pada 29 Februari 1950 museum menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia. Lantas pada 17 Februari 1962 lembaga tersebut diserahkan kepada pemerintah Indonesia dan menjadi Museum Pusat. Setelah itu mulai 28 Mei 1979 nama Museum Pusat diganti Museum Nasional yang terus dipakai hingga sekarang.

Murah meriah

Jika dibandingkan dengan museum-museum sejenis di sejumlah negara, memang Museum Nasional masih tertinggal jauh. Kualitas museum-museum di sana seperti Museum Louvre di Prancis dan British Museum di Inggris, sering dianggap tidak ada duanya di dunia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun