Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Budaya Tulis di Nusantara Dikenal Sejak Abad ke-5

18 Maret 2017   08:19 Diperbarui: 18 Maret 2017   18:00 2323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Dokter Hery Kurniawan lama memandangi batu-batu kuno di Museum Nasional. Bukan sembarang batu loh. Pada batu-batu kuno itu ada rangkaian aksara kuno yang dipahat sedemikian cantik. Batu-batu beraksara kuno, karena sekarang tidak digunakan lagi, di kalangan arkeologi lazim disebut prasasti. Orang awam sering memberi nama lain, yakni batu bertulis atau batu bersurat.

“Luar biasa koleksinya. Saya baru pertama kali ke sini, meskipun sudah beberapa kali ke Jakarta,” katanya. Dokter Hery Kurniawan praktek di Malang. Ia mempunyai komunitas pemerhati sejarah dan budaya bernama Pandu Pusaka. Komunitasnya tergolong aktif dalam literasi dan blusukan. Pada bagian garasi rumahnya, sang dokter membuat perpustakaan sejarah dan budaya. Umumnya yang datang ke sana adalah para mahasiswa. Dalam blusukan, ia sering mengunjungi berbagai kepurbakalaan di sekitar Malang. Bahkan ia aktif memperkenalkan kawasan kepurbakalaan di Gunung Penanggungan.

Kami bertiga berdiskusi seputaran prasasti. Ditemani Trigangga, staf Museum Nasional yang memang ahli membaca aksara-aksara kuno. Di Museum Nasional itu terdapat prasasti tertua bertarikh abad ke-5, yakni yupa yang berasal dari Kalimantan Timur. Yupa berbentuk tiang batu, dihubungkan dengan Kerajaan Kutai. Itulah awal masa sejarah, yang sebelumnya disebut masa prasejarah. Dalam masa prasejarah, masyarakat belum mengenal sistem aksara.

Umumnya prasasti ditulis dalam aksara dan bahasa Jawa Kuno. Namun ada juga prasasti yang ditulis dalam aksara Arab, Cina, dan Latin. Di Sumatera Utara malah pernah ditemukan prasasti berbahasa Tamil. Namanya Prasasti Lobu Tua atau Prasasti Barus, berasal dari abad ke-11 Masehi. Prasasti Lobu Tua juga menjadi koleksi Museum Nasional. Demikian juga dengan prasasti beraksara Arab.

Bahan

Budaya tulis di Nusantara rupanya sudah dikenal sejak lama, tepatnya mulai abad ke-5, menggunakan batu dan pahat.  Batu merupakan bahan yang mudah didapat, sekaligus tahan lama. Selain andesit, yang digunakan sebagai sarana penulisan prasasti adalah batu kapur atau basalt. Di kalangan arkeologi, prasasti batu disebut upala prasasti.

Para pelajar mengamati prasasti sambil diberi penjelasan oleh pemandu museum
Para pelajar mengamati prasasti sambil diberi penjelasan oleh pemandu museum
Namun sesungguhnya di luar batu ada juga bahan yang tak kalah awetnya, yakni  logam. Prasasti berbahan tembaga atau perunggu disebut tamra prasasti. Selain itu ada ripta prasasti, yakni prasasti yang ditulis di atas lontar atau daun tal. Prasasti logam dan lontar juga relatif banyak ditemukan di Nusantara.

Yang sedikit jumlahnya tapi tergolong unik adalah prasasti berbahan tanah liat atau tablet. Isi tablet adalah mantra-mantra agama Buddha. Sebenarnya, ada juga prasasti yang dituliskan di atas lembaran perak atau emas. Namun jumlahnya tidak banyak dan itu pun lebih cenderung menunjukkan nama orang/raja.

Di antara sekian jenis prasasti, rupanya hanya prasasti batu yang memiliki berbagai variasi bentuk. Mungkin disesuaikan dengan batu yang ada, lingkungan geografi,  atau karena keterampilan sang pemahat. Yang terbanyak adalah berbentuk balok (segiempat), lingga (bulat panjang), dan yupa (tiang batu). Prasasti berbentuk stele, dengan bagian atas bulat atau lancip, juga banyak ditemukan. Demikian halnya dengan prasasti berbentuk wadah (jambangan, gentong, peti batu, lumbung) dan alamiah (batu alam). Sejumlah prasasti malah dipahatkan pada bagian candi dan badan arca (Hari Untoro Drajat, 1992). Dari berbagai bentuk itu, ada yang polos dan ada yang berhiasan, termasuk ukiran, simbol kerajaan, dan simbol keagamaan.

Kronologis

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun