Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama FEATURED

Cara Mengatasi Banjir Jakarta Ternyata Sudah Tertulis dalam Prasasti

30 Desember 2016   06:25 Diperbarui: 1 Januari 2020   17:51 2796
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Banjir di bundaran HI beberapa tahun lalu (Sumber: megapolitan.kompas.com)

Sebutan demikian terdapat pada Prasasti Jurungan (876 M), Tunahan (872), Haliwangbang (877), Mulak (878), Mamali (878), Kwak I (879), Taragal (830), Kubukubu (905), Cane (1021), Sarsahan (908), dan Kaladi (909). Selain itu, ada jabatan tuhaburu, yakni pejabat yang mengurusi masalah perburuan binatang di hutan.

Untuk menanggulangi timbulnya bencana alam yang dapat mengakibatkan ketidakseimbangan ekosistem, Raja Airlangga pernah memerintahkan pembangunan Bendungan Wringin Sapta. 

Berkat adanya penampungan air tersebut, sebagaimana informasi dari Prasasti Kamalagyan (1037), kehidupan penduduk menjadi tenang.

Sebelumnya, Sungai Brantas sering kali menjebolkan tanggul di Wringin Sapta sehingga banyak desa di bagian hilir kebanjiran. Tapi setelah adanya bendungan, aliran Sungai Brantas dipecah menjadi tiga bagian, sehingga air menjadi tenang.

Petugas lain yang disebutkan prasasti adalah hulair atau lebleb, sekarang mungkin ulu-ulu. Hulair bertugas mengurusi masalah irigasi di pedesaan. Berkat adanya petugas itu, lahan-lahan pertanian tidak pernah kekeringan.  

Dulu kemurkaan Sungai Brantas dan Bengawan Solo bisa diminimalisasi lewat pembuatan bendungan dan kearifan lingkungan. Seharusnya keganasan Sungai Ciliwung dan sungai-sungai lain pun mampu ditanggulangi dengan cara demikian. Sudah saatnya pemprov DKI Jakarta mengacu pada data arkeologi.

Citra Satelit

Penelitian citra satelit terhadap Situs Trowulan (Jawa Timur) pernah mengidentifikasi adanya saluran-saluran saling tegak lurus yang bermuara pada Sungai Gintung dan Sungai Brantas. 

Melalui foto udara inframerah juga diketahui masih adanya berbagai peninggalan purbakala di bawah permukaan tanah (Aris Poniman dan Priyadi Kardono, 1996).

Ketika itu berhasil terekam pula kondisi situs-situs kuno Banten Lama, Muara Jambi, Muara Takus, Palembang, Penanggungan, Leang-leang, dan Somba Opu. 

Penelitian Jakarta purba tentu saja bisa dilakukan seperti itu. Melalui bantuan alat modern, para ilmuwan mampu mengetahui adanya alur sungai, garis pantai, pulau, dan saluran purba di suatu situs.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun