Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Naskah Kuno Melayu di Indonesia pun Kini Diincar Malaysia

26 Desember 2016   05:03 Diperbarui: 27 Desember 2016   13:27 755
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemungkinan besar hanya sebagian kecil naskah kuno yang tersimpan di lembaga atau institusi pemerintah dan swasta. Sebagian terbesar justru masih berada di tangan warga masyarakat, seperti di kraton, tetua adat, dan keluarga. Dikhawatirkan, naskah-naskah tersebut akan rusak tergerus waktu karena ketidaktahuan masyarakat akan cara-cara perawatan.   

Beberapa tahun lalu, berbagai koleksi naskah kuno di kraton-kraton Cirebon, pernah rusak dan hancur digigiti serangga, terutama ngengat. Sebagian lagi lembab karena naskah-naskah tersebut hanya disimpan di dalam peti kayu dan kopor pakaian. Ironisnya, banyak warga masih menganggap naskah kuno itu adalah barang keramat sehingga tabu untuk diperlihatkan kepada masyarakat di luar kraton atau kerabatnya.

Tentu saja prinsip-prinsip konservasi naskah belum dipahami benar oleh sebagian besar pemilik naskah. Padahal sebagai negara beriklim tropis, bahan-bahan naskah mudah rapuh dalam cuaca normal. Idealnya, barang-barang tersebut harus disimpan dalam suhu 18 derajat Celcius.    

Secara umum pengguna naskah kuno dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian. Kelompok terbesar adalah para peneliti, penyimpan, dan penata naskah. Karena profesinya, maka mereka memerlakukan naskah dalam konteks pengembangan ilmu pengetahuan.

Kelompok kedua adalah perawat pusaka dan pencari petunjuk. Mereka melihat naskah sebagai benda suci.

Kelompok ketiga adalah pembuat (dari pengarang hingga penyalin) naskah, yang dapat mempunyai berbagai motivasi, seperti komersial dan spiritual (Edi Sedyawati, 2006).

Naskah terbanyak di Indonesia diduga berasal dari daerah sekitar Gunung Merapi-Merbabu. Tercatat sekitar 400 naskah kuno berhasil dikumpulkan dari sebuah padepokan ilmu.

Yang tergolong luar biasa, Indonesia memiliki sebuah naskah kuno dengan cerita terpanjang di dunia. La Galigo namanya, berasal dari daerah Bugis (Sulawesi Selatan). Naskah kuno berbahan kertas itu juga terbilang langka karena berbentuk seperti kaset (mempunyai dua gulungan). 

Banyak orang menafsirkan, naskah kuno itu merupakan ilham dari terciptanya kaset oleh bangsa Jepang. Di seluruh dunia, naskah berbentuk pita kaset hanya tinggal delapan buah. Tiga di antaranya terdapat di Indonesia, yakni satu di Perpustakaan Nasional dan dua di Sulawesi Selatan. Sisanya tersebar di beberapa negara.

Pada dasarnya naskah-naskah kuno Indonesia memiliki berbagai keunikan. Di pedalaman Sampit (Kalimantan Tengah), misalnya, pernah ditemukan sebuah Al Qur’an hasil tulisan tangan yang ukurannya hanya sebesar kotak korek api. Sementara Al Qur’an yang pernah ditemukan di Bali hingga kini masih dianggap naskah tertua di dunia.

Naskah terbanyak di Indonesia diperkirakan berupa naskah Melayu karena daerah pendukung bahasa Melayu relatif luas. Selain di Riau, Palembang, Jambi, dan sekitarnya, bahasa Melayu juga digunakan di Sulawesi dan Kalimantan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun