Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Candi Plaosan, Bukti Toleransi Beragama di Masa Lalu yang Beberapa Arcanya Masih di Thailand

21 Desember 2016   19:36 Diperbarui: 21 Desember 2016   19:43 747
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Candi Plaosan pasca rehabilitasi gempa 2006 (Dok BP3 Jawa Tengah)

Menurut sejumlah pakar ikonografi (pengetahuan tentang seni arca),  Candi Plaosan    memiliki arca-arca indah. Arkeolog Soekmono (1974) mengatakan, arca-arca tersebut menunjukkan hasil seni pahat yang sungguh bermutu tinggi.

Karena memiliki langgam seni menarik, pejabat Hindia Belanda pernah menghadiahkan beberapa arca dari Candi Plaosan ini kepada Raja Siam, Chulalongkorn, ketika berkunjung ke tanah Jawa pada abad ke-19. Sejumlah benda antik itu sampai kini diketahui masih menjadi koleksi pemerintah Kerajaan Thailand. Koleksi-koleksi tersebut tersimpan di Museum Grand Palace dalam ruangan ‘Java Room’.

Sayang perhatian masyarakat Indonesia sendiri akan candi ini sangat kecil. Yang justru besar partisipasinya adalah para relawan asing yang tergabung dalam Dejavato. Februari 2012 lalu mereka melakukan penataan batu Candi Plaosan yang  masih berserakan, dibantu petugas dari Balai Pelestarian dan Peninggalan Purbakala (BP3) Jawa Tengah. Para relawan itu berasal dari Jerman, Austria, dan Swiss. Selama 12 hari mereka melakukan pembersihan di lokasi itu.

“Kami memilih Candi Plaosan karena masih banyak batu candi belum tertata. Selain itu sebagian besar dari relawan asing ini belum mengenal keberadaan Candi Plaosan. Mereka tahunya Candi Prambanan saja,” ujar Maria, koordinator Dejavato.

Memang sungguh trenyuh menyaksikan kondisi berbagai candi di Indonesia. Ini karena selalu saja terlontar alasan klasik: dana perawatan candi sangat minim.***

Penulis: Djulianto Susantio

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun