Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Inilah Kisah Garuda Menjadi Lambang Negara Kita

3 Desember 2016   12:50 Diperbarui: 4 Desember 2016   11:14 1316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana pembukaan pameran (Dokpri)


Begitu memasuki ruang pameran pengunjung akan disuguhi sebuah arca batu berbentuk agak besar. Di sampingnya ada ilustrasi tentang lambang negara kita. Ya, itulah arca Garuda. Garuda memang sudah dikenal sejak berabad-abad lampau. Begitu pula mitologinya.

Menurut mitologi, Garuda adalah lambang dunia atas, matahari, dan pengusir kegelapan. Tokoh Garuda dikenal dalam agama Hindu dan Buddha. Dalam agama Hindu, Garuda dikaitkan dengan aliran Waisnawa (pemuja dewa Wisnu). Sedangkan dalam agama Buddha, Garuda dikenal dalam berbagai kisah Tantri dan sebagai pelindung Buddhisme.

Dalam ikonografi, yakni ilmu yang mempelajari seni arca, Garuda diarcakan sebagai rajawali berbadan manusia, bertangan dua atau empat, dan sayapnya terbuka lebar. Kedua tangannya itu berada dalam sikap anjali,yaknimengatupkan tangan di depan dada seperti menyembah. Dua tangan yang lain membawa payung dan kendi. Salah satu kakinya menginjak beberapa ekor ular (naga).

Tokoh Garuda memiliki arti simbolis, menggambarkan sifat ketangkasan, melayang tinggi, dan kedahsyatan.  Sebagai ungkapan seni, Garuda dirupakan sebagai arca, relief atau hiasan bangunan. 

Arca Garuda mulai dikenal di Indonesia sekitar abad ke-8—9 di Jawa Tengah. Sebagai relief candi, Garuda antara lain dipahatkan pada Candi Borobudur, Mendut, dan Sojiwan. Ada juga relief Garudeya di Candi Kedaton dan Candi Kidal. 

Arca Garuda (Dokpri)
Arca Garuda (Dokpri)
Di Candi Prambanan yang berciri Hindu, ditemukan arca Garuda yang merupakan peralihan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Pada masa yang paling muda, abad ke-15, dikenal arca Garuda dengan posisi berdiri. Yang terbesar berasal dari Candi Sukuh. Pengaruh seni Hindu masih berlanjut pada masa Islam, misalnya Garuda di Sendangduwur. 

Cerita tentang Garuda ternyata tidak hanya dikenal dalam naskah-naskah kuno, tetapi juga dalam cerita wayang, misalnya dalam lakon Ngruno-Ngruni. Nama ini berasal dari Aruna, adik Garuda dalam mitologi. Di Indonesia dikenal juga Garuda-mantra yang dianggap dapat dipakai sebagai penangkal bisa ular.

Kisah-kisah inilah yang rupanya mengilhami Presiden Soekarno untuk menjadikan Garuda sebagai lambang negara kita. Kisah selengkapnya bisa dibaca (di sini...https://ensiklopediarkeologi.wordpress.com/2015/12/03/garuda/).

Pameran ‘Storyline”

Bukan hanya Garuda. Materi arkeologi lain, seperti tengkorak manusia purba, biola W.R. Supratman, pustaha laklak dari tanah Batak, dan mahkota sultan, ditampilkan dalam “Pameran Storyline Museum Nasional Baru” bertajuk “Jadilah Indonesia”. Pameran ini dibuka pada 1 Desember 2016 oleh mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wardiman Djojonegoro, dilanjutkan dengan  pengguntingan rangkaian melati oleh mantan Direktur Jenderal Kebudayaan Edi Sedyawati. Wardiman dan Edi adalah dua orang yang berperan dalam upaya perluasan gedung Museum Nasional sejak 1990-an. Pameran akan berlangsung hingga 22 Desember 2016.

Pada awalnya Museum Nasional hanya memiliki gedung induk yang disebut Gedung A atau Gedung Arca. Bahkan sebelum adanya Gedung A, Museum Nasional pernah dua kali pindah lokasi, yakni pada 1811 dan 1862. Penambahan Gedung B diresmikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2007. Kini Museum Nasional masih melakukan revitalisasi museum. Direncanakan nanti akan menutup Gedung A selama 1,5 tahun. Saat ini gedung baru (Gedung C) sedang dalam taraf pembangunan.

Hingga kini Museum Nasional tetap menjalankan perannya sebagai pusat informasi, budaya, sosial, kajian, dan inspirasi. Pengembangan Museum Nasional Indonesia yang baru ini menuju ke arah visi “Museum Kebudayaan Indonesia Bertaraf Internasional.”

Suasana pembukaan pameran (Dokpri)
Suasana pembukaan pameran (Dokpri)
Menurut Kepala Museum Nasional Intan Mardiana, Pameran Storyline akan menjadi uji coba publik terhadap alur kisah Museum Nasional yang baru. Alur kisah ini berlandaskan pada konsep keindonesiaan seutuhnya.

Dalam alur kisah baru, kebudayaan Indonesia disajikan dalam aspek tangible dan  intangible; baik itu Kebudayaan Agraris, Kebudayaan Bahari, Kebudayaan Sungai, maupun Kebudayaan Hutan dan Pegunungan; dari ujung Papua sampai ujung Sumatera. Tak sekadar informatif, tetapi juga sebagai upaya memaknai keindonesiaan.

Alur kisah yang baru diharapkan dapat lebih menghidupkan kisah di balik artefak, agar bisa menjadi jendela untuk memperkenalkan identitas bangsa Indonesia. Berbagai identitas yang dimiliki oleh seseorang atau kelompok (identitas gender, etnis, bahasa, sosial, nasional, ras, keagamaan, dan regional) dapat menyadarkan, memberikan kebanggaan, dan menjadi bagian dari bangsa Indonesia. Koleksi-koleksi Museum Nasional menjadi pesan dan sumber informasi yang menggambarkan bentuk-bentuk kebudayaan Indonesia dari zaman ke zaman, serta menggambarkan proses-proses yang menjadikan Indonesia seperti sekarang.

Berbasis tema Pendidikan Kebudayaan Indonesia, rencana Alur Kisah Museum Nasional Indonesia terbagi menjadi tiga sub-tema: Menjadi Indonesia, Pusaka Nusantara, dan Lestari Indonesia. Penyusunan alur kisah ini juga disesuaikan dengan perubahan tata-ruang dan alur pengunjung, sesuai rencana perubahan pintu masuk pengunjung.

Pameran Storyline Museum Nasional Baru diharapkan bisa memberikan cuplikan gambaran perjalanan panjang dan warisan sejarah kebudayaan bangsa Indonesia dalam proses pembentukan identitas tersebut. Pada akhirnya, warisan budaya inilah yang menjadi sumber kekayaan dan kekuatan budaya bangsa yang dapat dikembangkan bagi kepentingan generasi sekarang dan generasi mendatang.

Pameran dibuka pukul 09.00-16.00. Perlu diingat, setiap Senin Museum Nasional tutup.***

Penulis: Djulianto Susantio

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun