Begitu memasuki ruang pameran pengunjung akan disuguhi sebuah arca batu berbentuk agak besar. Di sampingnya ada ilustrasi tentang lambang negara kita. Ya, itulah arca Garuda. Garuda memang sudah dikenal sejak berabad-abad lampau. Begitu pula mitologinya.
Menurut mitologi, Garuda adalah lambang dunia atas, matahari, dan pengusir kegelapan. Tokoh Garuda dikenal dalam agama Hindu dan Buddha. Dalam agama Hindu, Garuda dikaitkan dengan aliran Waisnawa (pemuja dewa Wisnu). Sedangkan dalam agama Buddha, Garuda dikenal dalam berbagai kisah Tantri dan sebagai pelindung Buddhisme.
Dalam ikonografi, yakni ilmu yang mempelajari seni arca, Garuda diarcakan sebagai rajawali berbadan manusia, bertangan dua atau empat, dan sayapnya terbuka lebar. Kedua tangannya itu berada dalam sikap anjali,yaknimengatupkan tangan di depan dada seperti menyembah. Dua tangan yang lain membawa payung dan kendi. Salah satu kakinya menginjak beberapa ekor ular (naga).
Tokoh Garuda memiliki arti simbolis, menggambarkan sifat ketangkasan, melayang tinggi, dan kedahsyatan. Sebagai ungkapan seni, Garuda dirupakan sebagai arca, relief atau hiasan bangunan.
Arca Garuda mulai dikenal di Indonesia sekitar abad ke-8—9 di Jawa Tengah. Sebagai relief candi, Garuda antara lain dipahatkan pada Candi Borobudur, Mendut, dan Sojiwan. Ada juga relief Garudeya di Candi Kedaton dan Candi Kidal.
Cerita tentang Garuda ternyata tidak hanya dikenal dalam naskah-naskah kuno, tetapi juga dalam cerita wayang, misalnya dalam lakon Ngruno-Ngruni. Nama ini berasal dari Aruna, adik Garuda dalam mitologi. Di Indonesia dikenal juga Garuda-mantra yang dianggap dapat dipakai sebagai penangkal bisa ular.
Kisah-kisah inilah yang rupanya mengilhami Presiden Soekarno untuk menjadikan Garuda sebagai lambang negara kita. Kisah selengkapnya bisa dibaca (di sini...https://ensiklopediarkeologi.wordpress.com/2015/12/03/garuda/).
Pameran ‘Storyline”
Bukan hanya Garuda. Materi arkeologi lain, seperti tengkorak manusia purba, biola W.R. Supratman, pustaha laklak dari tanah Batak, dan mahkota sultan, ditampilkan dalam “Pameran Storyline Museum Nasional Baru” bertajuk “Jadilah Indonesia”. Pameran ini dibuka pada 1 Desember 2016 oleh mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wardiman Djojonegoro, dilanjutkan dengan pengguntingan rangkaian melati oleh mantan Direktur Jenderal Kebudayaan Edi Sedyawati. Wardiman dan Edi adalah dua orang yang berperan dalam upaya perluasan gedung Museum Nasional sejak 1990-an. Pameran akan berlangsung hingga 22 Desember 2016.