Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama featured

Dari Balik Layar Museum Nasional: Tangan-tangan Terampil Para Konservator

20 November 2016   04:58 Diperbarui: 12 Oktober 2019   08:55 1872
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konservasi koleksi kain (Dok. Museum Nasional)

“Kalau penyebabnya serangga, biasanya dilakukan fumigasi,” kata Dyah yang berlatar disiplin Biologi.

Dulu fumigasi dilakukan dengan cara tradisional dengan membakar kayu. Misalnya demikian, orang memasak menggunakan kayu bakar. Karena asap, bagian atap rumah menjadi hitam.

Sesungguhnya, pada bagian hitam itu serangga enggan datang. Tapi kini fumigasi menggunakan peralatan modern. Dalam melakukan fumigasi, prinsip yang paling utama adalah aman bagi manusia, benda, dan lingkungan.

Kelembaban
Masalah utama dalam konservasi koleksi adalah kelembaban. Tiap jenis koleksi mengalami kelembaban yang berlainan. Untuk mengurangi uap air, langkah yang sering dilakukan adalah menaruh silika gel. Banyak sedikitnya silika gel tergantung volume vitrin. Jika silika gel sudah penuh uap air, kemudian dikeringkan dengan oven sehingga bisa dipakai kembali.

Menurut Dani, seharusnya pendingin udara atau AC dinyalakan selama 24 jam. Hal itu akan memberikan rasa aman pada koleksi. Saat ini AC nyala sesuai jam kantor. Gonta-ganti suhu seperti ini justru malah merusakkan benda koleksi.

Agar kain lebih panjang umur, Dian menyarankan, kain itu disimpan dengan cara digulung. Dengan demikian lipatan kain tidak akan terbentuk. Saat ini beberapa museum memiliki koleksi kain atau tekstil. Tidak ada salahnya mengikuti petunjuk Dian.

Museum Nasional selalu melakukan perputaran koleksi lebih cepat pada koleksi yang terbuat dari bahan organik. Setiap museum yang memiliki koleksi berlebih memang selalu mengganti koleksi yang dipajang setiap periodik.  

Saat ini Museum Nasional agak kewalahan menangani sekitar 140.000 koleksi yang dimiliki. “Target kita dalam setahun mengonservasi 20.000 koleksi. Sementara tenaga yang ada cuma 15 orang,” kata Dani.

Dalam bidang mana pun, perawatan memang jauh lebih sulit daripada pekerjaan apa pun. Padahal merawat koleksi museum, ibarat merawat segudang ilmu pengetahuan atau kearifan-kearifan nenek moyang. Tentu saja perlu peran pemerintah yang lebih arif, ataupun masyarakat, termasuk generasi muda yang peduli.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun