Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Belajarlah dari Sejarah Agar Kita Tidak Melupakan Sejarah

6 November 2016   18:39 Diperbarui: 6 November 2016   18:46 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Direktorat Sejarah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bekerja sama dengan Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI), pada 7-10 November 2016 akan menyelenggarakan Konferensi Nasional Sejarah (KNS). KNS merupakan forum berkumpulnya sejarawan, dosen, guru, mahasiswa, komunitas, dan masyarakat peminat sejarah. Kegiatan KNS membahas berbagai aspek isu strategis kesejarahan yang berkaitan dengan pembangunan karakter bangsa, pengajaran sejarah, dan perkembangan ilmu sejarah.

KNS diadakan setiap lima tahun. Kali ini merupakan KNS X. Tema yang diangkat pada KNS X ini adalah “Budaya Bahari dan Dinamika Kehidupan Bangsa dalam Perspektif Sejarah”. Presiden Joko Widodo direncanakan akan membuka kegiatan ini di Istana Merdeka pada 7 November 2016.

KNS X merupakan kelanjutan dari Seminar Sejarah I 1957 di Yogyakarta. Seminar itu dinilai sangat penting dalam perjalanan sejarah Indonesia karena menyemai lahirnya historiografi modern Indonesia atau tradisi Indonesia-sentris, pengganti visi Neerlando-sentris. Dalam visi Indonesia-sentris, tokoh Belanda yang berperan dalam sejarah (dramatise personae) digantikan oleh tokoh Indonesia.

Seminar sejarah berikutnya baru dilangsungkan belasan tahun kemudian. Menurut catatan yang saya peroleh, Seminar Sejarah Nasional II berlangsung di Yogyakarta pada 1970. Selanjutnya Seminar Sejarah Nasional III di Jakarta (1981), Seminar Sejarah Nasional IV di Yogyakarta (1985), Seminar Sejarah Nasional V di Semarang (1990), Kongres Nasional Sejarah VI  di Jakarta (1996), Konferensi Nasional Sejarah VII di Jakarta (2001), Konferensi Nasional Sejarah VIII di Jakarta (2006), dan Konferensi Nasional Sejarah IX di Jakarta (2001).

KSN X akan menampilkan 100 pemakalah, terdiri atas 40 makalah undangan dan 60 makalah melalui mekanisme seleksi. Formatnya pembicara pleno (pembicara kunci) dalam sidang pleno dan sidang panel. Ada tiga sidang pleno yang direncanakan, dengan pembicara Puan Maharani (Sejarah Kemaritiman Bangsa sebagai Inspirasi dalam Mengayuh ke Arah Masa Depan yang Gemilang), Prof. Dr. Hasjim Djalal (Visi Kelautan Indonesia dari Segi Sejarah), Prof. Anthony Reid (Maritime, National and Global Histories Some 50-Years Indonesian Reflections), Prof. Leonard Y. Andaya (A Sea Perspective in the Study of Nusantara, The Sea of Islands).

Sementara itu ada tujuh sidang panel dengan subtema Jaringan Pelayaran Nusantara; Sistem Pengetahuan dan Tradisi Bahari; Laut dalam Dinamika Kekuasaan; Laut dalam Historiografi Tradisional, Sastra, dan Seni; Berita Asing tentang Alam Nusantara dalam Peralihan Zaman; Dinamika Antardaerah dan Negara; dan Pemikiran Pendidikan dan Pengajaran Sejarah.

Nah, ngomong-ngomong kita lihat kata “sejarah” yuk. Sebenarnya kata ini sudah populer sejak lama. Di mata orang-orang muda, misalnya, sering keluar kalimat, “Eh gimana sejarahnya tuh si A bisa jadian ama si B”. Ada lagi kalimat yang sering dikutip, yaitu kata-kata fenomenal Bung Karno. Jangan sekali-kali melupakan sejarah atau sering disingkat “jas merah”.

Yah terpaksa deh buka-buka lagi buku Mengerti Sejarah karya Louis Gottschalk. Buku ini pernah saya pakai waktu kuliah di Jurusan Arkeologi era 1980-an. Menurut buku ini, kata sejarah dalam bahasa Inggris disebut history. Dikatakan berasal dari bahasa Yunani, istoria atau ilmu. Menurut definisi yang paling umum, kata history berarti masa lampau umat manusia.

Dalam bahasa Jerman, sejarah disebut Geschichte yang berasal dari kata geschechen = terjadi. Geschichte adalah sesuatu yang telah terjadi. Sejarah ternyata tidak dapat direkonstruksi. Masa lampau manusia untuk sebagian besar tidak dapat ditampilkan kembali, begitu Gottschalk bilang.

Nah, sekarang kita bicara sumber sejarah. Sepengetahuan saya sumber sejarah ada dua, yakni sumber tak tertulis dan sumber tertulis. Sumber tak tertulis sekarang menjadi kajian ilmu arkeologi, antara lain berupa mata uang, keramik, fosil, dan candi. Pokoknya yang berupa artefaktual.

Pengetahuan sejarah yang paling tua disebut prasejarah. Di Indonesia masanya sekitar abad ke-5, yaitu sejak penemuan prasasti tertua di Kalimantan.  Jadi ilmu sejarah dan ilmu arkeologi berkaitan. Arkeologi dipandang lebih tua karena mencakup masa ribuan tahun ke belakang. Sementara sejarah dimulai sejak adanya sumber atau dokumen tertulis.

Kalau arkeologi analisisnya berdasarkan penafsiran, ilmu sejarah sangat sensitif. Kata banyak orang, sejarah menjadi milik para pemenang. Jadi merekalah yang akan menuliskan sejarah. Masih ingat bukan ketika masa Orde Baru masalah G30S hanya ditulis sepintas. Yah, begitulah sejarah. Orang selalu menganggap history identik dengan his-story.

Masihkah kita ingat naskah asli Supersemar yang dinyatakan hilang? Sementara salinan naskahnya dianggap meragukan? Saat ini malah ramai lagi tentang dokumen kasus Munir. Itulah sensitifnya sejarah.

Kita balik ke kebelakang yah soal pelajaran sejarah. Dulu waktu saya SMP tahun 1970-an ada pelajaran Sejarah Indonesia dan Sejarah Dunia. Saya ingat nama gurunya Pak Turut. Pak Turut selalu memberi tugas mengumpulkan kliping dari koran.

Sayang kemudian pelajaran sejarah dikerdilkan dengan cara digabung dengan mata pelajaran lain. Padahal dulu zaman anak saya, ada yang disebut PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa). Eh kemudian menjadi bagian dari pelajaran IPS atau Sosiologi.

Saya pernah baca di negara-negara maju jumlah pelajaran di sekolah tidak begitu banyak seperti di Indonesia, yang selalu berganti kurikulum. Di sana pelajaran yang dianggap penting adalah Sejarah dan Geografi. Boleh juga ditiru oleh jajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kebetulan instansi yang menangani sejarah yah kementerian ini.

Banyak orang sukses justru belajar dari sejarah. Ratusan tahun lalu, misalnya, suatu kerajaan runtuh karena perang antaretnis. Nah berkaca dari hal itu, maka setiap etnis diberi penyuluhan agar bertoleransi dengan etnis lain. Dengan demikian terjadi kedamaian.

Sejarah adalah tentang kisah, peristiwa, dan tokoh. Pelajaran Sejarah diajarkan oleh beberapa perguruan tinggi di Indonesia, termasuk oleh IKIP (kemudian disebut Universitas Negeri). Buat yang tertarik kuliah di Jurusan Sejarah ada beberapa hal yang harus diingat. Banyak sumber primer kita masih berbahasa asing, seperti Inggris, Belanda, Prancis, dan Mandarin. Sebaiknya perdalam juga bahasa-bahasa itu. Yang paling penting, menulislah, agar diketahui oleh anak cucu di kemudian hari. Selain itu belajarlah dari sejarah agar kita tidak melupakan sejarah.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun