Kalau arkeologi analisisnya berdasarkan penafsiran, ilmu sejarah sangat sensitif. Kata banyak orang, sejarah menjadi milik para pemenang. Jadi merekalah yang akan menuliskan sejarah. Masih ingat bukan ketika masa Orde Baru masalah G30S hanya ditulis sepintas. Yah, begitulah sejarah. Orang selalu menganggap history identik dengan his-story.
Masihkah kita ingat naskah asli Supersemar yang dinyatakan hilang? Sementara salinan naskahnya dianggap meragukan? Saat ini malah ramai lagi tentang dokumen kasus Munir. Itulah sensitifnya sejarah.
Kita balik ke kebelakang yah soal pelajaran sejarah. Dulu waktu saya SMP tahun 1970-an ada pelajaran Sejarah Indonesia dan Sejarah Dunia. Saya ingat nama gurunya Pak Turut. Pak Turut selalu memberi tugas mengumpulkan kliping dari koran.
Sayang kemudian pelajaran sejarah dikerdilkan dengan cara digabung dengan mata pelajaran lain. Padahal dulu zaman anak saya, ada yang disebut PSPB (Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa). Eh kemudian menjadi bagian dari pelajaran IPS atau Sosiologi.
Saya pernah baca di negara-negara maju jumlah pelajaran di sekolah tidak begitu banyak seperti di Indonesia, yang selalu berganti kurikulum. Di sana pelajaran yang dianggap penting adalah Sejarah dan Geografi. Boleh juga ditiru oleh jajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Kebetulan instansi yang menangani sejarah yah kementerian ini.
Banyak orang sukses justru belajar dari sejarah. Ratusan tahun lalu, misalnya, suatu kerajaan runtuh karena perang antaretnis. Nah berkaca dari hal itu, maka setiap etnis diberi penyuluhan agar bertoleransi dengan etnis lain. Dengan demikian terjadi kedamaian.
Sejarah adalah tentang kisah, peristiwa, dan tokoh. Pelajaran Sejarah diajarkan oleh beberapa perguruan tinggi di Indonesia, termasuk oleh IKIP (kemudian disebut Universitas Negeri). Buat yang tertarik kuliah di Jurusan Sejarah ada beberapa hal yang harus diingat. Banyak sumber primer kita masih berbahasa asing, seperti Inggris, Belanda, Prancis, dan Mandarin. Sebaiknya perdalam juga bahasa-bahasa itu. Yang paling penting, menulislah, agar diketahui oleh anak cucu di kemudian hari. Selain itu belajarlah dari sejarah agar kita tidak melupakan sejarah.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H