Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar dari Museum DPR agar Jauh dari Korupsi

20 September 2016   09:01 Diperbarui: 20 September 2016   09:08 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Proyek Hambalang yang terlantar (Foto: kompas.com)

Pendirian museum harus digalakkan sejak dini, terutama oleh lembaga negara. Lembaga negara adalah institusi-institusi negara yang secara langsung diatur atau memiliki kewenangan yang diberikan oleh UUD 1945. Sebelum amandemen UUD 1945, lembaga ini disebut lembaga tinggi negara, terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Dewan Pertimbangan Agung, dan Badan Pemeriksa Keuangan.

Setelah amandemen UUD 1945 disebut lembaga negara dan terdiri atas Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi (MK), dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Lembaga negara seperti DPR diharapkan menjadi lokomotif bagi institusi-institusi lain untuk mendirikan museum. Ini karena sampai kini persentase perbandingan antara jumlah penduduk Indonesia dengan jumlah museum masih sangat kecil.

Keberadaan Museum DPR bisa dikaitkan dengan wisata korupsi, yakni perjalanan mengelilingi lokasi atau bangunan yang pernah terkait dengan skandal korupsi. Beberapa tahun lalu, Ketua Mahkamah Konstitusi ketika itu, Mahfud MD, pernah menggulirkan pembuatan kebun koruptor. Sementara Achmad Sodiki, juga dari Mahkamah Konstitusi, mewacanakan pembangunan museum koruptor.  Proyek Hambalang, yang berkenaan dengan sarana olahraga, mungkin salah satu objek yang paling cocok untuk wisata korupsi karena melibatkan anggota DPR. Lebih lengkapnya baca tulisan saya di harian Kompas, Senin, 4 Februari 2013 (lihat lampiran di bawah).   

Museum merupakan sistem. Maka pengembangan museum perlu melibatkan museolog, praktisi museum, komunitas, dan pihak-pihak terkait. Perlu juga benar-benar diketahui bahwa mengelola museum bukan untuk mencari profit (keuntungan) tetapi benefit (manfaat). Meskipun museum-museum lembaga negara  menggunakan dana APBN, pengelolaan museum tetap harus profesional. Yang paling penting, masyarakat bisa belajar dari Museum DPR atau Museum Lembaga Negara agar bisa jauh dari upaya korupsi.***

Lampiran:

Monumen Korupsi

Senin, 4 Februari 2013 | 08:55 WIB

Kata korupsi tampaknya sudah memasyarakat di bumi Nusantara. Karena dianggap ”wabah”, dibentuklah Komisi Pemberantasan Korupsi.

Korupsi memang musuh masyarakat di mana pun. Meski demikian, bagi mereka yang jeli, dari korupsi juga dapat dipetik manfaat alias bisa menambah penghasilan secara halal.

Wisata korupsi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun