Bagaimana suatu prasasti dianggap absah? Untuk meneliti keabsahan prasasti dikenal metode kritik sumber. Kritik sumber ada dua macam, yaitu kritik eksternal dan kritik internal. Kritik eksternal antara lain melakukan analisis bentuk tulisan. Prasasti yang tulisannya jelek, misalnya, harus dicurigai asli atau palsu. Sedangkan kritik internal melihat dari dalam, yakni struktur bahasa dan isi prasasti.
Selain itu para pakar harus mengadakan perbandingan dengan sumber sejarah lain, seperti karya sastra dan berita asing. Masalahnya, kadang-kadang prasasti tidak memuat angka tahun sehingga kita tidak tahu dari masa siapakah prasasti tersebut berasal.
Biasanya para pakar melakukan perbandingan dengan prasasti-prasasti yang ada angka tahunnya, terutama perbandingan bentuk huruf (orthografi), gaya bahasa, istilah-istilah yang dipakai, dan nama-nama pejabat yang dituliskan.
Sayang masyarakat yang berminat pada aksara-aksara kuno semakin langka. Untunglah ada segelintir masyarakat yang tertarik belajar aksara dan Bahasa Jawa Kuno. Setiap bulan biasanya mereka menyelenggarakan kegiatan yang disebut Sinau Aksara Jawa Kuno.
Sinau aksara Jawa Kuno diprakarsai oleh sejumlah komunitas peduli sejarah dan budaya di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Pengajar utamanya adalah Nugroho Pambudi, lulusan Pendidikan Sejarah dari Universitas Negeri Malang dan Goenawan A. Sambodo, lulusan Jurusan Arkeologi Universitas Gadjah Mada. Setiap kali berlangsung kegiatan, biasanya diikuti belasan peminat. Bahkan jumlah peminat semakin bertambah sebagaimana terlihat dari kegiatan Minggu, 11 September 2016.
Menurut ingatan saya, kegiatan mereka sudah berlangsung sejak 2015. Peserta yang semakin banyak tentu menunjukkan keinginan untuk melestarikan Bahasa Jawa Kuno semakin besar. Semoga kegiatan mereka memperoleh perhatian serius dari pemerintah. Kita harus bangga dan mendukung upaya yang penuh idealisme itu. Saat dunia semakin modern, masih banyak masyarakat yang tetap berminat pada kekunoan.
Yah, kita beruntung mempunyai orang-orang 'gila' macam Tapak Jejak Kerajaan, Medang Community, dan Komunitas Jawa Kuno Sutasoma. Semoga mereka mampu menangani berbagai prasasti dan naskah yang masih belum tuntas dibaca demi kejayaan Nusantara.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H