Meskipun berlokasi di “Ring 1”, induk Museum Nasional dan Galeri Nasional sering bergonta-ganti. Kini Museum Nasional berada di bawah Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dengan kepala museum bereselon 2b.
Nasib Museum Nasional justru “lebih bagus” dari Galeri Nasional yang kepalanya bereselon 3. Galeri Nasional juga di bawah naungan Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Karena masih menjadi “anak tiri”, Museum Nasional dan Galeri Nasional selalu terombang-ambing di antara dua kementerian: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.
Status sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (Kementerian) juga disandang Arsip Nasional. Lembaga itu dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kearsipan yang kemudian diubah menjadi Undang-undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. Peningkatan status juga dilakukan dengan maksud untuk menaikkan derajat lembaga arsip dan tenaga arsiparis yang selama ini selalu terpinggirkan.
Museum Nasional berawal dari lembaga ilmiah Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen pada 1778. Pendiriannya dimotori oleh ilmuwan-ilmuwan asing, seperti Radermacher dan Raffles. Lembaga itu bersifat independen. Tujuannya untuk memajukan penelitian dalam bidang seni dan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu biologi, fisika, arkeologi, kesusastraan, etnologi, dan sejarah.
Berdirinya Galeri Nasional merupakan salah satu ujud upaya pembangunan Wisma Seni Nasional/Pusat Pembangunan Kebudayaan Nasional yang dirintis sejak 1960-an. Pertama kali dalam bentuk Gedung Pameran Seni Rupa Depdikbud (1987). Setelah diperjuangkan sejak 1995, akhirnya operasional Galeri Nasional diresmikan pada 8 Mei 1999.
Ironis
Sekali lagi, sungguh ironis nasib Museum Nasional. “Anak kandungnya”, Perpustakaan Museum Pusat, sudah lebih dulu mendapat prioritas. Sebaliknya sebagai “mantan induknya”, Museum Nasional belum mendapat kesempatan untuk menjadi lokomotif bagi museum-museum di Indonesia. Begitu juga Galeri Nasional, yang koleksi seni rupanya merupakan hibah dari Museum Nasional. Sebenarnya Galeri Nasional patut diberi nama lain, yakni Museum Seni Nasional.
Museum merupakan etalase sebuah negara. Sejarah dan budaya masa lalu selalu dilihat orang melalui museum. Begitu juga tinggi rendahnya kebudayaan atau peradaban sebuah bangsa. Museum sendiri didefinisikan sebagai institusi yang melayani kebutuhan publik dengan sifat terbuka melalui usaha koleksi, konservasi, riset, komunikasi, dan pameran untuk kebutuhan studi, pendidikan, dan kesenangan.
Banyak negara sudah menerapkan konsep LAM (Library, Archive, Museum) karena lembaga perpustakaan, arsip, dan museum sama-sama menyimpan informasi tentang masa lalu. Hanya bedanya, museum menyimpan informasi tidak tertulis berupa artefak, sementara arsip dan perpustakaan menyimpan informasi tertulis dan bahkan terekam.
Luput
Keberadaan Museum Nasional dan Galeri Nasional, layak ditingkatkan. Ini karena merupakan grand design yang dibuat oleh Soekarno pada masa itu. Museum berada di Medan Merdeka Barat, Galeri di Medan Merdeka Timur, dan Perpustakaan di Medan Merdeka Selatan.