Mohon tunggu...
Djulianto Susantio
Djulianto Susantio Mohon Tunggu... Freelancer - Arkeolog mandiri, senang menulis arkeologi, museum, sejarah, astrologi, palmistri, olahraga, numismatik, dan filateli.

Arkeotainmen, museotainmen, astrotainmen, dan sportainmen. Memiliki blog pribadi https://hurahura.wordpress.com (tentang arkeologi) dan https://museumku.wordpress.com (tentang museum)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Mengenal Kabinet Pertama RI dan Sejarah Teh di Pameran Indonesian Archives

26 Agustus 2016   07:48 Diperbarui: 27 Agustus 2016   19:06 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada bagian akhir dikatakan teh yang diproduksi di Hindia Belanda memiliki kualitas yang baik sehingga dengan cepat jumlah ekspor teh ke negara Belanda pun meningkat. Pada 1900-an teh diekspor ke Australia dalam jumlah besar.

Saat ini teh merupakan salah satu minuman yang digemari oleh semua kalangan. Ada berbagai jenis teh, seperti teh hitam, teh hijau, dan sebagainya. Ada yang teman makan semata, namun ada pula teh yang dikatakan berkhasiat kesehatan. Dalam perkembangannya, muncul teh dalam kemasan yang bisa langsung diminum. Sebagian dikenal sebagai teh celup karena penggunaannya cukup dicelup dalam air hangat atau panas.

Dalam pembicaraan di acara tersebut, terungkap teh yang kita minum sekarang merupakan kualitas kesekian. Soalnya, kualitas nomor satu sudah diekspor ke mancanegara. Semoga saja deh, biarpun kualitas nomor sekian tidak memberikan dampak buruk bagi kesehatan. Nah yang perlu kita lakukan sekarang, bangunan bekas pabrik pengolahan teh harus dilestarikan sebagai cagar budaya. Bisa saja difungsikan sebagai Museum Teh, untuk mengetahui sekaligus mengenang kejayaan kita sebagai pengekspor teh.***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun