Mohon tunggu...
Djuhartono Tjarma
Djuhartono Tjarma Mohon Tunggu... -

Anak ke 7 dari 12 bersaudara yang lahir di Jakarta, muslim, karyawan BUMN, humoris, murah senyum, suka musik jazz, punya satu istri dan anak dua pasang

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ada Tangan Tuhan di Bulan Ramadhan

13 Agustus 2011   05:03 Diperbarui: 8 Juni 2016   06:38 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kejadian ini terjadi di tahun 2004 bertepatan dengan bulan puasa . Saat itu saya pergi shopping untuk persiapan lebaran bersama keluarga dari Bontang ke Samarinda, yang berjarak sekitar 120 km dengan kendaraan yang baru dibeli dengan pertimbangan di kota Samarinda lebih lengkap.

” Pah !, apakah mobil ini sudah dizakatkan ? ” tanya istriku

” Belum !, dan nggak perlu dizakatkan, ini kan harta bergerak ! ” jawabku

” Jika dizakatkan, berapa sih nilainya ? ” tanya istriku lagi

” Ya !, sekitar tiga jutaan lah ” jawabku lagi

” Zakatkan ajalah Pah !, uang kita kan ada ! ” tambah istriku

” Iya udah nanti kita bayar zakatnya ! ” tambahku dengan wajah terkesan agak kurang ikhlas untuk menzakatkannya.

Karena perjalanan cukup lumayan jauh, maka kami baru tiba kembali di rumah sehabis magrib, dan didapati rumah sudah dibongkar pencuri, yang masuk dengan cara mencungkil jendela.

Seluruh ruangan rumah berantakan, dan setelah kami periksa bersama semua utuh, kotak perhiasan masih ada lengkap, tapi istriku mengatakan ada gelang bermata intan yang hilang.

” Mungkin Mamah lupa kali nyimpennya gelang itu ? ” tanyaku

” Nggak Pah, Mamah taruh bersama perhiasan lain dikotak ini koq ! ” tambah istriku

” Kalo di kotak perhiasan ini, koq cuma gelang itu yang diambil ? ” tanyaku lagi

” Ya nggak tau ! ” jawab istriku sambil menganggkat bahu dan menggerakkan tangan pertanda tidak tahu.

Sembilan bulan kemudian pencurinya tertangkap dan dilakukan rekonstruksi di rumah saya dan saat itu saya bertanya kepada si pencuri apa saja yang diacuri dari rumah saya.

” Di rumah bapak tidak ada barang yang berharga selain gelang yang saya curi ! ” kata si pencuri.

” Lho!, kamu kan ambil gelang itu di tempat perhiasan, kenapa perhiasan yang lain tidak kamu ambil ?” tanyaku lagi

” Nggak ada perhiasan lain, yang saya lihat cuma ada gelang itu ! ” tambah si pencuri

Padahal di kotak itu banyak perhiasan dan barang berharga lainnya, sedangkan belakang rumah saya yang sama-sama kecurian dengan pencuri yang sama jumlah barang yang dicuri mencapai tiga puluh kali lipat dari nilai kehilangan saya.

Saya dan istri saling berpandangan sambil berucap ” Subhanallah, Alhamdulillah ” seraya mengelus dada. Ternyata jumlah kerugianku hanya sebuah gelang senilai tiga jutaan, setara dengan jumlah yang direncanakan untuk membayar zakat kendaraan. Entah berapa besar kerugiannya jika saja, kami saat itu tidak ada niat untuk membayar zakat kendaraan,

Sebulan kemudian kami sekeluarga menjadi saksi di pengadilan atas kasus tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun